Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Blue Skies

PlainBread's picture

Never saw the sun shining so bright

Never saw things going so right

Noticing the days hurrying by

When you're in love, my how they fly  

 

 

Pagi itu, jam setengah enam. Dia sudah memainkan piano dengan menyanyikan lagu Blue Skies.

     "Tidak! Tolong! Hentikan!" Aku berteriak di atas tempat tidurku. 

Meraih bantal dan menutup kepalaku.

Dia tertawa dan malah menaikkan volume piano yang dimainkannya.

 

Tidak lama kemudian dia menarik bantalku. Membisikkan kalimat pertamanya kepadaku di hari itu. Tepat di belakang telingaku. Uh. Geli.

     "Today's your special day. I don't only love you. I adore you."'

Aku segera membalikkan badanku. Menatapnya. Memberikannya senyumanku yang aku yakin manis sekali saat itu. Dan pada saat yang sama aku tahu aku masih ileran dan masih ada belek di mataku.

"Terima kasih," ucapku pelan.

"Jadi gimana, apa hadiah buatku? Kalo kamu kemaren kasih sepatu baru padahal gak ada yang spesial, hari ini pasti kamu mau kasih mobil sport. Iya kan?"

Dia tertawa. Lalu menjambak rambutku. Lebih keras sedikit lagi sayang, pikirku, biar aku bisa sedikit horny.

"Ah, kamu sudah punya banyak mobil sport. Buat apa lagi aku menambah satu lagi koleksi kamu." Katanya sambil mengedipkan matanya.

Dia benar. Mobil sportku sudah ada lebih dari lima buah. Warnanya yang metallic dan mengkilat. Karena hampir setiap hari aku lap dengan telaten. Sayangnya mereka semua hanya bisa terpajang di lemari di kamar tidur kami.

 

"Kritik dong. Gimana lagunya tadi. Aku maininnya bener, gak?" Katanya mengalihkan topik.

"Sudah bagus. Cuma pas masuk reff, ada bagian yang harusnya staccato."

"Iyah itu kan kalo Irving Berlin yang main. Aku mainnya a la Ella Fitzgerald atau Rod Stewart."

Hahaha. Aku tertawa keras.

"Ngeles aja! Makan nih iler." Aku langsung bekapkan wajahnya dengan bantal yang aku pakai dari semalam. Pasti bau iler. Dapatkah engkau menerimanya dengan senang hati, sayangku?

"Jahaaat!" Teriaknya penuh dengan kepasarahan.

Aku tertawa lagi, berlari menuju ke kamar mandi. Aku tidak jahat. Dan aku membalas teriakannya dengan suara flush toilet. Suara yang merdu.

 

Kami melangkah keluar dari toko Asian Market. Membawa kerupuk, bumbu-bumbu dapur, sambal ulek botol, bahkan ada ketan lemang yang dipaket dalam kemasan plastik. 

Aku tadi bertanya kepadanya, ini semua buat siapa. Dia bilang bukan buat aku. Kadang jawabannya menyebalkan. Tentu bukan buat aku. Kan tadi aku minta hadiah mobil sport, bukan sambal ulek atau kerupuk.

"Kita isi bensin sampai full yah, kita pergi ke sana." Katanya menyebutkan suatu nama kota kecil.

Hah? Setahu aku kota itu jaraknya hampir enam jam dari kota tempat kami tinggal.

"Mau ke sana ngapain?" Tanyaku keheranan,

 "Adaaa dehh," ujarnya tersenyum.

Menyebalkan. Aku tahu kalau di sana itu ada sesuatu. Makanya aku tanya, mau ngapain. Coba kalau aku terjemahkan ke bahasa Ingggris. What do we want go there for? Masa jawabannya: "There iiiiss"? Iya, sayangku. What is there? Bukankah itu yang aku tanyakan?

Tapi tetap saja kami pergi ke sana.

 

"Gantian nyetir dong," kataku.

Sudah menyetir hampir tiga jam. Pemandangannya indah. Pohon yang hijau di kiri kanan. Sungai yang arusnya deras. Bahkan langit biru yang menutupi batasan mata kami memandang.

"Ah kamu terus nyetir aja. Kamu kan cowok."

Jadi kalau aku cowok, aku yang harus nyetir? 

Mengingatkanku sewaktu dulu kami masih berpacaran. Menyewa mobil, lalu berangkat dari pesisir West Coast, sampai akhirnya tiba di ibukota ekonomi dunia, New York City. Di wilayah East Coast. Jaraknya itu hampir empat ribu kilometer. Sama seperti jarak dari Jakarta ke Bali pulang pergi selama empat kali. Dan itu pun kami nyetir bergantian. Selama hampir tiga minggu.

Tapi itu dulu. Sekarang yang aku dapatkan adalah: "kamu kan cowok." Hahaha.

Jawaban-jawabannya membuat aku tambah sayang kepadanya. Cinta memang aneh.

 

Kami sampai di sana setelah ngobrol ngalor ngidul selama perjalanan. Ternyata ada tiga orang wanita Indonesia yang tinggal di kota kecil itu. Salah satunya adalah teman chattingnya, yang dia kenal sejak beberapa bulan lalu. 

Duduk bersama di suatu taman kecil di pinggir kota. Makan siang bersama, ditemani dengan kerupuk, dengan sambal, dengan sayur dan lauk yang dimasaknya sebelum kami berangkat tadi pagi. Mendengar cerita dan suka duka mereka merantau ke negeri antah berantah.

 

Hari itu, hari yang dia bilang spesial buatku, dihiasi dengan pertemuan dengan ketiga wanita tersebut. Hadiah yang istimewa darinya untukku, bisa mendapatkan kesempatan berharga mendengar cerita mereka.

Langit memang biru. Walaupun bukan itu warna sebenarnya. Hanya pantulan cahaya matahari dari air laut yang ada di bumi.  Tapi meskipun begitu, langit tetaplah biru.

 

Blue Skies

Smiling at me

Nothing but blue skies

Do I see

 

teograce's picture

so sweet

istrimu so sweet pb... :p hue6...

dan kalimat ini :

"Blue Skies

Smiling at me"

enak kedengerannya.. hue6...

__________________

-Faith is trusting God, though you see impossibility-

bertzzie's picture

Blue Skies

Selalu itu judulnya kalau lagi senang ya? :p 

dReamZ's picture

plain,

on ur birthday ya? ^^

minmerry's picture

I like blue skies

Kayanya min ga kaget lagi soal iler-iler-an di antara cowo-cowo. Even John Grogan, penulis Marley & Me, dalam bukunya "Bad dogs have more fun"  juga said that dia ngiler... (banyak malah, dia sebutkan sendiri. Hehehehe)

I like blue skies. I like fat fat cloud on the blue skies. And i like your blue skies diary. :)

__________________

logo min kecil

PlainBread's picture

Blue Skies

@Teo: Iya dia manis, sepadan dengan aku yang manis juga hahaha. Lagunya bisa didengar di sini. 

@Bertz: Blue is my fav color :D Kalo di sebelah, mungkin judulnya "Blue Birds". Tapi bukan taxi loh. Hahaha.

@dreamz: Yep :)

@Min: That makes two of us :) Thank you. Btw, van ngiler gak? Hehehe.