Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kali Kecil dan Hujan

clara_anita's picture

Hujan turun lagi. Bukan lagi sebuah kejutan. Titik-titik air itu rutin turun belakangan ini. "La Nina". Demikian orang-orang pintar itu menyebutnya di acara-acara berita di televisi - lengkap dengan segala analisa yang sulit saya cerna. Bagi saya hujan berarti basah dan becek. Hujan berarti sedikit penambahan pada sisi malas saya, karena hujan berarti lebih nyaman meringkuk di sudut kamar ketimbang keluar demi mengais rupiah.

Siang ini pun sang hujan sudah mengguyur. Gerutuan mulai muncul di ruang kantor. Kenapa hujan harus datang saat jam pulang seperti ini. Ada yang nekat menerobos hujan. Ada pula yang memilih menunggu. Yang pasti, semua orang menggerutu.

Perlahan gerutuan itu mereda menjadi sepi. Dalam sepi itulah sayup saya mendengar suara aliran sungai.

Sungai? Sungai yang mana? Setahu saya tidak ada sungai di sekitar sini. Yang ada hanyalah kali kecil tepat di sebelah dinding sekolah. Kali yang tak seberapa dalam itu pun nyaris selalu kering. Batu-batuan yang berserakan di dasarnya selalu saja tampak kering berkilauan ditempa sinar matahari. Lalu, mungkinkah suara air mengalir itu berasal dari kali kecil itu? Ataukah, ia hanyalah produk imajinasi saya?

Ketika hujan reda dan saya mulai melangkah meninggalkan bangunan itu, barulah saya sempat menengok rupa kali kecil itu. Bebatuan yang mencuat itu kini tak nampak lagi. Air telah memenuhi badan parit itu. Ternyata saya tidak berkhayal. La Nina, si gadis kecil pembawa hujan itu, telah memenuhinya. Ia yang tandus dalam sekajap berubah menjadi penuh melimpah.

Dalam perjalanan pulang, saya masih saja memikirkan kali kecil yang dalam sekejap penuh melimpah itu. Bukankah bila Tuhan berkenan, Ia sanggup mengubah segala yang tandus menjadi subur? Tentu saja.

Namun demikian, bukankah hujan itu bisa juga membludak menjadi banjir? Hal ini sangat mungkin terjadi. Untungnya kali kecil itu selalu saja relatif bersih. Jarang sekali ada sampah terlihat di sana. Sepertinya ia memang sudah lama bersiap menanti datangnya hujan. Lalu, bukankah kita juga harus seperti kali kecil itu: bersiap menanti datangnya "hujan". Hingga pada waktunya Ia berkenan menurunkan "hujan" itu, kita sudah siap.......

 

minmerry's picture

Rain Detector.

My mum has a rain detector. Jadi kalo pas mau keluar rumah, Min tanya ke Mum, bakal hujan ga. Biasanya dia detect dengan tepat. 

Hahaha. Maafkan keisengan Min. :D

 

__________________

logo min kecil

clara_anita's picture

is your mom a

is your mom a weatherforecaster?

wuoooowwwwww......

kapan2 boleh numpang nanya nin ...

 

minmerry's picture

Beautiful Rain

Dia suka menyombongkan diri kalo ditanyain. Katanya kalo dia dulunya kuliah, bakalan jadi pengacara sukses.

Entah karena dia punya sixth sense atau dia memang nebak-nebak doang. Ha ha ha.

^^ Thanks for share the la nina, beautiful rain, Miss. Like u. :))))

__________________

logo min kecil

Rusdy's picture

La Nina Bobo

Kalo di tempat saya, La Nina malah bikin kering nih, para petani pada poesink. Saya sekarang mengamini istilah "tancep tongkat tumbuh jagung" di banyak belahan bumi Indonesia.

Di kebun belakang saya, pohon cabe aja mesti dibeliin 'e-ek' banyak dulu, tanah (pasir) diaduk-aduk dulu, terus mesti disirami tiap hari, taneman liar mesti dicabuti terus, wah kerja keras deh.

clara_anita's picture

Itulah kenapa saya cinta

Itulah kenapa saya cinta INDONESIA...
 
:)
ronggowarsito's picture

@nita, kokok ayam di tengah malam buta

Satu kearifan lokal yang pernah saya dengar dari eyang saya : Bila ada ayam berkokok di tengah malam buta, itu berarti esok harinya tidak akan turun hujan.
Saya yakin beberapa bulan ini di Salatiga tidak ada ayam berkokok waktu tengah malam. Jangan-jangan cuaca ekstrim ini terjadi karena tidak ada lagi orang yang memelihara ayam ya, nit? :)

__________________

salam hangat,
rong2

clara_anita's picture

Ronggo, maaf anda

Ronggo,
maaf anda keliru.
Tetangga saya banyak yang masih memelihara ayam. Malangnya lagi, ayam-ayam itu kerap pasang ulah. Mereka berkeliaran bebas karena tidak dikurung di dalam kandang. Alhasil, kembang-kembang dan dedaunan di halaman harus menjadi tumbalnya. Belum lagi genting rumah yang sering bocor karena para ayam sibuk "meeting" di atasnya. Soal kokoknya, jangan ditanya lagi. Setiap pagi, siang, sore ataupun malam selalu ada yang berkukuruyuk, berkokok petok sampai ber cook-a -doodle- dooooo.......
 
Anyway, itu juga bagian dari kearifan lokal bukan: bagaimana bertoleransi pada hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita...
Lagipula, we cannot always get what we want... :)
 
GBU