Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Saat Musim Durian Tiba

anakpatirsa's picture

Bunga durian yang setiap pagi bertebaran di jalan setapak yang menghubungkan rumah dengan sungai menandai datangnya musim durian. Sekaligus menandai kemungkinan segera berakhirnya kemarau panjang. Hanya "kemungkinan", ada kalanya bunga-bunga itu tidak menjadi buah karena hujan tidak kunjung turun. Setiap pagi, saat mandi ke sungai, kami berhenti di bawah pohon durian yang hanya beberapa meter dari jalan setapak. Memunguti bunga-bunga putih kecoklatan yang masih diselimuti embun pagi, membukanya sehingga bagian dalamnya yang berair kelihatan, lalu menjilati airnya yang terasa manis.

Bukan hanya air manis ini saja yang menyebabkan kami menyukai datangnya musim durian. Setiap pagi, selama bunga itu berjatuhan, kami bisa merasakan aroma khas, aroma tidak terlupakan. Saat pagi hari juga, rumput dan dedaunan di pinggir jalan setapak selalu basah oleh embun pagi. Kami sudah terbiasa melihatnya, tetapi bunga-bunga durian yang jatuh bertebaran di antara rerumputan dan dedaunan kering atau setengah kering memberi suasana baru.

Saat pohon durian berbunga juga berarti musim kelelawar. Paman pernah berkata, "Seperti kalian, kelelawar menyukai airnya yang manis serta aromanya yang khas."

"Kelelawar memang tertarik karena aroma wangi khas bunga durian yang mekar pada sore hari. Makanya setiap sore ratusan kelelawar beterbangan meninggalkan sarangnya, menjalankan tugas sebagai penyerbuk utama durian," kata Pak Gendut, guru IPA.

Jalan setapak sepanjang dua ratus meter ini sudah ada sejak seratus tahun lalu. Di mulutnya, berdiri tegak sebatang manggis dengan beberapa pohon kopi di bawahnya. Sampai ke pinggir sungai, berderet segala jenis pohon buah, tetapi baru lima puluh meter dari pinggir sungai, berdiri sekelompok pohon durian. Di samping sebatang durian selalu berdiri satu pohon lain, membuat jalan setapak di bawahnya selalu tertutup dedaunan kering. Ada alasan mengapa pohon durian selalu ditanam agak ke pinggir sungai, jauh dari rumah. Rata-rata sebatang durian bisa mencapai ketinggian empat puluh meter, begitu tingginya sehingga kakakku pernah mengira seekor semut membutuhkan satu minggu untuk mencapai puncaknya. Hanya orang berpikiran pendek berani menanam durian terlalu dekat rumah. Kebanyakkan orang tidak mau tidur di bawah ancaman pohon durian yang bisa roboh menimpa rumahnya.

Juga ada alasan orang menanam pohon lain terutama pohon langsat dekat pohon durian. Pohon ini bisa menjadi tangga supaya pemanjat bisa memanjat pohon durian. Saat seseorang tidak sabar menunggu buah durian jatuh sendiri, ia hanya perlu mencari sebatang bambu yang biasanya selalu ada dekat kebun durian. Menebang bambu yang kira-kira cukup panjang untuk mencapai dahan terbawah pohon durian. Hanya perlu membawa bambu ini ke atas langsat dan menyandarkan ujungnya ke pangkal dahan durian yang terbawah, lalu mengikat pangkal bambunya ke dahan teratas pohon langsat.

Beberapa orang lahir dengan keberanian memanjat durian melewati sebatang bambu seperti ini. Pekerjaan ini begitu berbahaya sehingga tidak pernah kudengar orang terjatuh ketika melakukannya. Orang jatuh waktu memetik buah langsat sudah biasa, tetapi tidak pernah kudengar orang terjatuh ketika memanjat sebatang durian melewati sebatang bambu. Orang tahu betul bahayanya sehingga melakukannya dengan sangat hati-hati, tidak seperti ketika memanjat langsat, melakukannya sambil memikirkan anak gadis tetangga.

Waktu berlalu tanpa bisa dihalangi, tiba-tiba saja kami menyadari tidak ada lagi bunga-bunga berjatuhan. Buah hijau kecil sebesar telunjuklah yang mulai berjatuhan. Makin berganti hari, buah yang jatuh makin besar. Sampai suatu saat berjatuhan buah sebesar bola tennis yang kami pungut dan belah untuk melihat bagian dalamnya yang sebentar lagi menjadi buah durian.

Akhirnya, beberapa bulan setelah bunga pertama jatuh di jalan setapak, durian sudah masak kanta, artinya belum matang tetapi sudah bisa dimakan. Banyak orang menyukai durian seperti ini, karena daging buahnya masih keras dan baunya belum menyengat. Kami lalu mulai membersihkan tanah sekeliling pohon durian, menebang anak pohon yang banyak tumbuh sejak musim durian tahun lalu.

Orang mulai mendirikan pondok kecil di kebun duriannya masing-masing. Semua orang suka membangunnya di bawah sebatang langsat atau manggis, jenis pohon yang selalu ada di dekat sebatang durian. Pohon ini sekaligus menjadi salah satu tiang pondok, lalu tinggal menancapkan tiga batang kayu sebesar betis sebagai tiang lain di dekatnya. Atapnya bisa dari dedaunan atau dari karpet plastik yang kami sebut perlak. Lantainya dari papan atau bambu, terpasang setengah meter dari atas tanah, sehingga ada ruang di bawahnya untuk menyimpan buah durian. Tidak ada dinding, sehingga bila ada durian jatuh orang yang sedang berada di dalamnya bisa berlari ke segala arah.

Di belakang atau samping pondok selalu ada tempat untuk membuat api yang berfungsi sebagai pengusir nyamuk. Ranting kering berserakkan di mana-mana, tingal memungut dan membakarnya di dekat pondok. Supaya api tahan lama, orang suka menimbun ranting yang terbakar dengan rumput atau dedaunan yang belum kering, buah yang berjatuhan, atau kulit durian. Asapnya mengeluarkan bau yang tidak disukai nyamuk, bau yang sangat khas, hanya ada bila musim durian tiba.

Ada aroma lain selain bau asap. Semua anak pohon yang ditebang mulai mengering, beberapa mengeluarkan getah yang menimbulkan bau khas juga. Bau yang juga hanya ada pada saat musim buah.

Binatang juga berpesta-pora. Setiap pagi saat melewati jalan setapak, kami selalu menemukan banyak dari antara buah-buahan yang berjatuhan itu yang sudah tidak utuh lagi. Separuhnya dimakan oleh tupai, kelelawar, dan segala jenis binatang. Semua binatang ini benar-benar ikut menikmati musim durian.

***

Sebatang langsat setinggi dua puluh meter hampir menyembunyikan pondok yang berdiri di bawahnya. Batang bawahnya yang sepelukkan orang dewasa dan memiliki alur-alur tidak teratur menjadi salah satu tiangnya. Dahan-dahan yang berdaun rimbun dan sedang berbuah lebat mengamankan diriku yang berada di dalam pondok ini. Memberi rasa aman, walaupun suatu saat pohon durian yang berdiri tepat dua meter di depanku menjatuhkan salah satu buahnya. Buah yang bergelantung di dahan yang menjulur tepat di atas pondok.

Dari kejauhan bisa kudengar bunyi meriam bambu bersahut-sahutan. Musim durian juga berarti musim meriam bambu. Beberapa anak menebang bambu yang cukup besar, mengambil bagian pangkalnya sepanjang satu setengah meter. Membolongi semua sekat ruasnya kecuali ruas paling bawah. Membuat lubang sebesar jempol sekitar sejengkal dari pangkal bambu. Lalu menuangkan minyak tanah melalui lubang ini. "Meriam" ini lalu diarahkan ke sebatang pohon durian, apipun disulutkan di lubang kecilnya. Akan terdengar bunyi keras sebuah tembakan. Tembakan yang diharapkan bisa menggetarkan pohon durian sehingga buahnya bisa jatuh.

Setiap pohon durian punya nama, tergantung jenisnya, tetapi kadang pemiliknya memberi nama sesuka hati. Biasanya nama pohon sesuai jenis atau bentuk fisik. Durian "baluh" buahnya bulat seperti waluh; durian "dagu kijang" buahnya besar dan peot seperti pipi nenek-nenek; durian lusing, berarti "kosong melompong", daging buahnya sangat tipis dan tidak memiliki rasa sama sekali. Itu nama-nama yang standar, tetapi ada juga durian baluh yang mendapat nama baru, biasanya jika sesuatu terjadi pada pohonnya. Seperti yang terjadi pada durian yang berdiri depanku sekarang.

Kata kakek namanya "durian beras". Ia sedang tiduran tepat di tempatku duduk saat ini, menunggu durian. Pohon ini yang waktu itu belum setinggi sekarang menjatuhkan buahnya yang sudah matang. Kakekpun bangun mengambilnya, tetapi seorang tetangga mendahului. Menurut kakek, ia menegur tetangga ini bukan karena pelit. Ia hanya tidak suka tetanganya mengambil buah orang lain, kebun mereka juga menghasilkan buah yang sama banyak. Jadi ia berkata setengah menyindir, "Kalau kamu mengambil durian orang untuk membeli beras, silahkan saja." Lalu pohon durian inipun berganti nama, "durian beras".

Tetangga punya cerita sendiri. Katanya ia tidak melihat kakek yang sedang tiduran, mengira tidak ada yang menunggu durian sehingga berani mengambil buah yang jatuh. Ia sebenarnya kaget ketika melihat kakek yang terbangun berkata keras, "Kamu ini seperti tidak punya hati saja, mengambil durian yang ada penunggunya." Tetangga inipun dan keluarganya mengganti nama durian kami menjadi "durian hati".

Tetangga kami sebenarnya tidak salah. Durian memang harus ditunggu. Semua orang berhak atas durian yang jatuh, pemilik hanya berhak atas pohon, bukan buahnya. Semua orang tahu, siapapun berhak atas durian yang jatuh ke tanah selama pemilik pohonnya tidak sedang menjaga buah duriannya. Seorang pemilik hanya berhak atas sebatang kayu sebesar drum yang tingginya bisa mencapai lebih dari empat puluh meter, semua orang juga sudah tahu, siapapun berhak atas benda bulat berduri yang dijatuhkannya kalau sudah matang.

Ada lima pohon durian di sekeliling pondok, selain "durian beras" atau "durian hati", semuanya juga sudah punya nama. "Durian pelit", jarang berbuah dan kalaupun berbuah selalu sedikit, tetapi rasanya enak. "Durian miring", kakek menanam sebatang langsat di sampingnya, berharap kalau duriannya berbuah, bisa dipanjat dengan mudah melalui langsatnya. Tidak tahunya pohon durian ini malah miring lalu menyandar pada pohon pendampingnya. "Durian asam", bukan langsat yang ditanam di sampingnya tetapi sebatang pohon asam. "Durian petir", lima tahun lalu petir menyambar pohon ini, entah mengapa tetap hidup dan menghasilkan buah. Bekas sambaran petir masih kelihatan jelas, bahkan sampai sekarang masih saja ada yang berharap menemukan batu petir yang katanya ada di dekat setiap pohon yang tersambar petir, sebuah batu jimat. "Durian cebol", sangat rendah, bahkan puncak langsat menyentuh dahan terbawahnya. Pernah kupanjat hanya untuk mengetahui bagaimana rasanya berada di puncak pohon durian.

Aku suka menunggu durian sambil membaca novel petualangan seperti Lima Sekawan maupun cerita petualan lainnya. Menunggu durian sambil membaca petualangan Julian, Dick, Anne, dan sepupu mereka George serta anjing bernama Timmy sangatlah menyenangkan. Seolah-olah melihat sendiri apa yang mereka lihat. Sama-sama berada di alam terbuka, bedanya, mereka hanya menikmati alam saat liburan, tetapi aku merasakannya setiap hari. Beda lain, di sini tidak ada penjahat, hanya tetangga yang mengambil durian yang jatuh jika tidak ditunggu.

Saat terdengar suara "traassss...dupppp...!" suara sebuah durian menghantam dahan-dahan langsat di bawahnya dan jatuh ke tanah, aku harus meletakkan buku. Bangkit mengambil durian yang jatuh, lalu meletakkannya di bawah pondok. Kalau ingin makan durian, tinggal membuka sebuah durian, kulitnya tinggal dibuang ke api yang sedang menyala. Kemudian kembali melanjutkan cerita petualangan sampai kembali terdengar bunyi "traassss...dupppp...!"

Semua orang berhak atas buah durian, sehingga durian tidak laku dijual. Tidak ada yang mau membelinya, jika ia tahu kalau ingin makan durian tinggal menyeberang sungai, di sana durian lebih melimpah lagi. Jarak ke kota begitu jauh, 30 jam perjalanan, tidak ada yang mau capek-capek hanya mengangkut durian ke kota, mengingat beberapa puluh kilometer dari kota, durian juga melimpah.

Kami hanya bisa mengawetkannya, menyebutnya jeruk, daging durian yang sudah dipisahkan dari bijinya dan diberi garam serta dimasukkan ke dalam toples atau galon air. Ada juga yang membuatnya menjadi dodol, tetapi tidak semua orang mau melakukannya. Tidak semua orang mau mandi keringat di depan kuali raksasa dengan api besar di bagian bawahnya. Juga tidak semua orang mau makan dodol, terutama mereka yang sudah melihat keringat pembuat dodol yang bertelanjang dada menetes lalu mengalir ke dalam kuali melalui pelepah kelapa yang menjadi alat pengeruk dodol.

joli's picture

Dodol durian dan keringat AP

Aku juga suka durian meski tidak berani makan banyak-banyak..

Setiap kali mama mertua-ku pergi ke kalimantan selalu membawa oleh-oleh dodol durian.. dodol durian dari kalimantan sangat enak.. 


AP told :

Juga tidak semua orang mau makan dodol, terutama mereka yang sudah melihat keringat pembuat dodol yang bertelanjang dada menetes lalu mengalir ke dalam kuali melalui pelepah kelapa yang menjadi alat pengeruk dodol.

Namun setelah baca cerita keringat anak partisa.... jadi nek... besok lagi kalau mama mertua-ku ke sono lagi.. mau minta oleh-oleh yang lain aja ah 

smiley girl's picture

Garam Alami

dodol durian enak, Siapa tahu keringat yang menetes itu yang membuat rasanya jadi "pas".

 

Menjadi garam alami. 

Purnomo's picture

@Joli: Jangan mengintip dapur

begitu kata orangtua bila kita ingin bisa menikmati makanan di rumah makan dengan nikmat. Karena bila kita tahu seperti apa dapurnya, hilang deh selera makan. Orang Palembang suka mempergunakan durian yang telah difragmentasi untuk penyedap masakan. Saya juga menyukainya. Sayang, suatu kali ketika saya "blusukan" di sebuah pasar pedesaan, saya melihat durian yang telah encer ini disimpan oleh para pedagang di dalam kaleng minyak tanah yang sudah berkarat. Sejak itu saya tidak bisa makan masakan yang beraroma durian lagi. Dulu setiap bulan puasa saya senang menikmati buah kurma. Suatu saat saya melihat di pasar buah kurma ini dijemur di jalan dengan alas karung beras. Jalan itu becek berlumpur. Nah, hilang lagi kesukaan saya. Tapi untuk lepok durian saya masih mau, walaupun AP cerita bagaimana "dapur"nya, karena saya tidak melihat sendiri. Teman saya bila bertugas ke Pontianak selalu ingat membawakan saya lepok durian. Jadi, jatah oleh-oleh Ibu Joli boleh dipindahtangankan kepada saya. By the way, congratulation atas selesainya novelette Gomer. Makin rapi saja tulisan Ibu. Bagaimana bila untuk yang berikutnya, Ibu menyajikan novelette Rut? Jangan mengerutkan kening dong. Pasti Ibu ngedumel begini, "Enak saja nyuruh-nyuruh orang. Apa ndak tahu susahnya menulis Gomer?" Memang saya keterlaluan kalau sudah senang dengan sebuah "masakan". Saya akan membujuk kokinya untuk membuat masakan lainnya. GBU
joli's picture

@Purnomo........ Lepok durian..

Dear Purnomo

Mama-ku (mertua) ke Kalimantan, meski sudah berumur 85 tahun namun masih suka "jalan-jalan" , Mama pergi ke rumah masa kecilnya untuk bernostalgia bersama adik2nya (dari jakarta dan hongkong) yang juga sama tuanya.. Aku paling suka bersama mereka wanita-wanita tua bahagia.. meski hasil laboratorium test darahnya semua dapat bintang.. namun so what gitu loh.. kata mereka.. sambil saling tuntun menuntun kalau berjalan..

Jumat malam aku dapat kiriman lepok durian.. nah jadi ingat Purnomo.. 

 

 

Purnomo.. silahkan download ya.. lumayan manis.. untuk buka puasa..

And janji pindah tangan oleh2 mama ke Purnomo udah lho ya.. jangan nagih2 lagi..

Selamat menikmati..

 

joli's picture

@Purnomo... Rut dan Isebel

Dear Purnomo.. Kebiasaan lelaki.. selalu mencoba memuji untuk menutupi.. masih kesel lho.. kemarin lamarannya ditolak.. he.. he.. Hal lepok durian.. boleh kalau mama mertua ku ke kalimantan lagi ya.. mamaku mertua adalah seorang mertua yang hebat, mempunyai sifat yang semeleh (bahasa indonesia nya apa ya?). Sekarang mama berusia 85 tahun dan mempunyai anak 10, aku menantu no 9.. mama selalu sabar dan menerima keadaan tetapi juga senang jalan-jalan.. hingga sekarang masih suka jalan ke kalimantan dengan adik2nya .. wanita-wanita tua bahagia.. Aku paling cocok dan klop dengannya.. bagaimana tidak? mama mertua suka dan pinter masak.. punya menantu yang suka makan nggak bisa masak.. klop kan? Hal cerita Rut.. kapan-kapan ya nulis-nya, kelihatannya tulisan Isebel dulu.. he.. he.. emang gampang membuat tulisan? wong ini lagi belajar kok.. kata om hai2 plot-nya lompat-lompat.. biarin deh.. namanya belajar (ngeyel)..
jesusfreaks's picture

@ap : gw gak suka durian

Gw gak suka durian... Paling sekali makan 4 - 5 buah. Gw gak suka durian... Tapi gw udah makan durian di Ambon, seram, manokwari, manado, bali, biak, jayapura, palopo, medan, tarutung, lampung Gw gak suka durian... Kalau cuma 1 Kalau mahal Kalau udah nginap Kalau mentah Kalau busuk

Jesus Freaks,

"Live X4J, die as a martyr"

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

Yenti's picture

Jadi ingat waktu kecil:p

Jadi ingat waktu kecil. Di seberang rumahku, ada yang tanam pohon Durian:). Kalo hujan turun saat musim durian, saya menunggu jatuhnya durian dari atas pohon. Rasanya senang aja mengambil buah durian itu walaupun hujan-hujanan. Nikmat aja... Lama-lama, baru kepikiran, Pohon durian itu bukan milik saya,buah yang jatuhpun sebenarnya bukan milik saya,kenapa saya berhak atas durian yang jatuh itu?? akhirnya pernah jatuh buah durian, saya kembalikan buahnya ke pemiliknya:p. Aduh...jadi membayangkan eunnnnnnnnaknya durian yang rasanya pahit, dengan daging yang banyak. Di daerahku, durian termasuk buah yang berharga lumayan murah dibandingkan di Jakarta. Kalo lagi musim durian, kita bisa beli sampe 20 biji karena harganya paling 5rb- 10rb/ 1 buah durian begitu:). Jadi ngiler deh sekarang :p