Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

TALENTA

widdiy's picture

Bacaan : Matius 25:14-30

Nats      : Efesus 1 : 3

Perumpamaan mengenai talenta mungkin merupakan salah satu perumpamaan yang paling terkenal dan seringkali disampaikan dalam khotbah-khotbah di banyak gereja. Hampir semua hamba Tuhan yang menyampaikan khotbah mengenai talenta, pasti menafsirkan atau mengartikan talenta sebagai suatu bakat, kemampuan, kapasitas atau potensi positif, yang dikaruniakan oleh Tuhan kepada manusia. Bahkan dalam kamus Inggris – Indonesia, kata talent diterjemahkan sebagai bakat atau kemampuan.

Penafsiran tersebut di atas tidak sepenuhnya salah, namun demikian untuk mengerti lebih dalam mengenai talenta, sebaiknya kita mengetahui sejarah atau latar belakangnya. Dalam Perjanjian Lama, talenta adalah satuan ukuran timbangan sebesar 3000 syikal atau sekitar 34 kilogram. Dalam Perjanjian Baru, satu talenta merupakan ukuran jumlah uang yang sangat besar. Satu talenta berarti 6000 dinar (mata uang  Kekaisaran Romawi). Jadi sangat wajar bila talenta ditafsirkan sebagai kemampuan, bakat, potensi yang sangat besar dianugerahkan Allah kepada manusia.

Perumpamaan yang disampaikan Tuhan Yesus, mengambil konteks talenta dalam zaman ketika Tuhan Yesus berkarya di dunia ini, yaitu ketika negeri Israel dijajah oleh Kekaisaran Romawi. Jadi satu talenta sama dengan 6000 dinar. Jumlah uang yang sangat besar. Namun demikian, seringkali dilupakan bahwa setiap keping uang dinar ini terdiri dari 2 sisi yang bertolak belakang dan berbeda gambarnya. Jadi kalau kita renungkan lebih dalam, makna dari talenta bukan hanya bakat, kemampuan, dan segala kelebihan yang dimiliki manusia. Talenta, lebih tepat bila dipahami sebagai suatu ciri khas / karakteristik dalam diri setiap individu manusia. Karakteristik ini bukan hanya kemampuan, bakat atau potensi positif pada jasmani dan rohani manusia. Tetapi juga kelemahan, kekurangan, bahkan mungkin cacat jasmani maupun rohani pada diri manusia.

Sebagai anak-anak Allah, kita diberikan oleh Tuhan suatu karakteristik yang berbeda-beda, tetapi dengan ukuran yang pas dan sesuai untuk setiap individu. Ini harus disadari sebagai suatu berkat rohani dari Tuhan. Dan karena sudah diberkati dengan berkat-berkat rohani (lihat Ef. 1:3), maka kita telah dipilih untuk membawa kehormatan dan kemuliaan bagi Allah (lihat Ef.1:11-12). Tugas kita adalah mengembangkan potensi-potensi positif, bakat, kemampuan, kepandaian yang kita miliki untuk membawa kemuliaan bagi Tuhan, bukan bagi diri sendiri. Sedangkan segala kelemahan, kekurangan atau cacat yang kita miliki, harus kita sadari, supaya kita tidak menjadi sombong saat mengalami keberhasilan dalam mengembangkan potensi positif kita.

Ada satu tokoh yang sangat berhasil dalam mengembangkan potensi positifnya sehingga karyanya menjadi berkat bagi dunia kekristenan sampai berabad-abad. Bagi para pembaca yang sering membaca Alkitab dalam Bahasa Inggris, tentu pernah membaca Alkitab King James Version. Alkitab ini juga menjadi acuan atau referensi untuk menerjemahkan Alkitab dalam berbagai bahasa di seluruh dunia. Alkitab ini diterjemahkan dari bahasa aslinya oleh Raja James I dari Inggris. Dia raja yang sangat cerdas dan menguasai berbagai bahasa, antara lain Ibrani, Aram, Yunani dan Latin. Dengan kemampuan bahasanya, dia menerjemahkan Alkitab dari bahasa aslinya ke dalam bahasa Inggris, sehingga semua orang bisa memahaminya. Pada tahun 1611, dia selesai membuat karyanya ini, lalu dicetak secara resmi di Kerajaan Inggris Raya dan dapat diterima oleh semua aliran gereja yaitu Katolik, Protestan maupun Anglikan.

Tetapi tahukah Saudara, bahwa di balik kecerdasannya itu, Raja James I mempunyai kelemahan yang sangat memalukan sebagai seorang raja. Dia berbicara gagap dan sering meneteskan air liur (“ngeces” – bhs. Jawa). Jadi bila sedang mengadakan sidang bersama para menteri dan pembesar kerajaan pasti ada orang-orang menertawakannya walaupun secara diam-diam.

Saudara-saudariku, kenalilah kelebihan dan kelemahan anda. Orang yang hanya mengeksplorasi segala kelebihan dan kemampuannya tanpa menyadari kelemahan dan kekurangannya, akan menjadi pribadi yang sombong, senang dipuji dan cenderung merendahkan orang lain. Sedangkan orang yang hanya melihat segala kelemahan, kekurangan dan cacat yang dimiliki, akan menjadi pribadi yang rendah diri dan apatis. Dua-duanya tidak dikehendaki Allah, karena tidak akan mampu membawa kemuliaan bagi-Nya.

Segala puji, hormat dan kemuliaan hanya bagi Allah dalam Kristus Yesus.