Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Tikus Kecil yang Mengajari Anakku Membaca

clara_anita's picture

'Cerita tentang pahlawan yang biasa-biasa saja.'
Frasa sederhana yang tertera di atas buku yang sudah sedikit berdebu itu menarikku untuk mengambilnya dari rak toko buku mungil di kotaku dan membawanya pulang. Bahasa tuturnya yang sederhana ternyata mampu menyihirku, dan dengan kerinduan untuk berbagi dan keiingintahuanku apakah sebuah buku yang baik dapat menumbuhkan minat baca di usia dini, kuceritakan cerita itu pada guru-guru kecilku yang berusia 7 hingga 8 tahun --satu bab per hari.

***
Semua berawal pada suatu hari ketika ada lima belas menit waktu lowong sebelum pulang di kelasku. Ketika mengajar kelas usia dini, waktu lowong adalah suatu hal yang harus dihindari karena dapat mengundang anak-anak untuk melakukan hal-hal yang bila dibiarkan akan sulit dikendalikan. Menghadapi saat-saat demikian, seorang guru dituntut dapat menciptakan aktivitas yang bermakna bagi anak-anak. Biasanya pada saat demikian, aku mengajak anak-anakku bermain atau mengulas pelajaran sebelumnya. Sayangnya, entah mengapa hari itu aku sudah kelelahan untuk memulai sebuah permainan, dan mulai berpikir untuk melakukan hal yang menarik, bermakna, dan tak terlalu menguras tenaga.

Saat itu terlintas di pikiranku, 'Mengapa tidak mengajak mereka melakukan hal yang selalu kusukai --membaca.' Untungnya selalu ada paling tidak sebuah buku bacaan di tasku sehingga aku tak perlu naik ke lantai atas untuk meminjam buku di perpustakaan. The Tale of Desperaux karya Kate Di Millo yang sudah disadur ke dalam Bahasa Indonesia. Lumayan untuk menambah perbendaharaan kata dalam Bahasa Indonesia mereka.

Aku pun mulai bercerita:
"Kisah ini dimulai di balik dinding-dinding kastil, dengan lahirnya seekor tikus. Tikus kecil. Anak tikus terakhir di keluarganya dan, di antara saudara-saudaranya yang dilahirkan bersamanya, satu-satunya yang hidup."

Mendadak kelas jadi sunyi. Ah, pasti mereka tidak tertarik mendengar cerita tentang tikus. Mana ada tikus yang biasa-biasa saja bisa menjadi pahlawan layaknya Superman yang bisa terbang atau Batman yang punya mobil super canggih. Tapi, sejenak kemudian berbagai pertanyaan mulai muncul. "Kastil itu seperti apa?" "Wah, berarti setiap kali melahirkan ibu tikus punya lebih dari satu anak ya?" Ternyata aku salah. Rasa ingin tahu mereka mulai tergelitik.

Hari pertama kuakhiri cerita itu pada satu bab saja. Ketika cerita itu kuakhiri, mereka berseru. "Ayo dilanjutkan!" Ah, ternyata eksperimen hari pertamaku cukup sukses di luar dugaanku. Mulai dari hari itu, kubacakan buku itu satu bab per hari. Alangkah indahnya ketika beberapa dari mereka mulai memberanikan diri meminjam buku itu di kala istirahat dan membaca sendiri ceritanya dan menanyakan beberapa kata yang asing bagi mereka. Ternyata Bahasa Indonesia pun kadang asing di tanahnya sendiri.

Ah, ternyata tak perlu keahlian ataupun cerita yang luar biasa untuk membuat anak-anak berminat membaca. Kita hanya perlu menggelitik keingintahuan mereka. Sama seperti menyalakan api dalam diri mereka dan membiarkan mereka terus menjaga kobar itu sepanjang umur mereka. Tidak terlalu sulit untuk memulai. Mulailah dengan sebuah kisah sederhana yang bermakna buat mereka. Sama seperti ketika YESUS memberikan perumpamaan-perumpamaan sederhana ketika mengajar hampir dua milenia lalu. Perumpamaan yang telah memantik api dalam beribu jiwa manusia.

***
Dan sama seperti Desperaux --tikus kecil dalam buku itu-- yang jatuh cinta pada putri cantik, cahaya, cerita dan musik, anak-anakku pun mulai jatuh cinta pada buku. Tikus itu benar-benar mengajar mereka membaca.