Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Biarlah Allah bekerja

Purnomo's picture

Dua orang guru Sekolah Minggu (selanjutnya disingkat GSM) serentak minta pindah kelas karena sudah tidak tahan dinakali anak asuhnya. Tidak ada GSM yang mau menggantikan mereka. Bila 2 GSM yang sudah punya jam terbang di atas 10 tahun ini menyerah, terlebih lagi yang yunior.

 
Jika tidak ada yang mau mengajar, diusulkan kelas ini di-merger dengan kelas lain. GSM kelas terdekat menolak. Lalu bagaimana? Beberapa GSM melirik saya. Akhirnya, saya kejatuhan rejeki.
Saya menenteng gitar masuk ke kelas itu. Sendirian. Bukan main! Hampir 100% isinya adalah anak-anak aktivis papan atas. Anak pendeta, anak penatua, anak aktivis senior, yang nakalnya bikin darah saya ngumpul di ubun-ubun. Acara pujian kacau balau. Pengalaman dan ketrampilan saya dalam pelayanan anak sekian lama tidak berarti. Semua trik mereka patahkan. Akhirnya saya menyerah. Saya duduk memeluk gitar tidak tahu cara apa lagi untuk mengatasi kelas yang gaduh ini. Yang tidak gaduh ternyata sedang asyik membaca buku komik. Bagian belakang baju saya lengket ke tubuh karena keringat. Akhirnya,
 
Daripada kamu merasa tidak senang berSekolah Minggu, bagaimana kalau kita bubar saja?” teriak saya mengatasi suara hingar-bingar mereka. Mereka bersorak setuju.
Kita kolekte dulu. Setelah doa kolekte, kita bubar. Waktu doa, jangan ribut. Kamu boleh kurang ajar kepada saya. Tetapi kalau kamu kurang ajar waktu menghadap Tuhan, saya ketok kepalamu sampai kamu nangis. Kamu boleh lapor kepada orang tuamu. Setinggi apa pun jabatan bapakmu, saya tidak takut menghadapinya.” Wow, mereka senang bukan main.
 
Waktu mulut saya menaikkan doa persembahan, pikiran saya menaikkan doa yang lain. “Tuhan, seumur-umur saya di SM, baru sekali ini saya membubarkan kebaktian anak. Karena itu, ampunilah saya.” Selesai berdoa saya berkata, “Sekarang kamu boleh pulang.”
 
Tetapi seorang gadis kecil berteriak, “Oom, ceritanya apa?”
Tidak ada cerita,” jawab saya ketus.
Gimana seh. Saya ‘kan harus mencatat cerita untuk dilaporkan ke guru agama sekolah saya.”
Kejadian pasal 22 ayat 1 sampai 18.”
 
Gadis itu mencatat, kemudian bertanya lagi, “Ringkasan ceritanya bagaimana?”
Kok kamu malas sekali membaca sendiri? Tulis begini. Suatu hari Abraham disuruh Tuhan menyembelih Ishak anaknya di belakang rumahnya,” jawab saya jengkel.
 
Ngawuuuuuurrr!” seorang anak berteriak. Saya menoleh. Anak ini membuka Alkitabnya. Selain dia ada 2 anak lain melakukan hal yang sama.
Yang betul bagaimana?” tanya saya.
 
Ia membaca ayat yang menyatakan Abraham harus ke tanah Moria. Saya melanjutkan bercerita kepada gadis itu dengan satu pengawuran lagi, “Sore hari mereka berangkat, besoknya mereka sudah sampai di Moria.” Kelas jadi gaduh karena mereka sibuk membuka Alkitab untuk mengoreksi saya. Ternyata manusia sejak kecil sudah tahu betapa nikmatnya mengritik orang lain. Dosa asal!
 
Dua pengawuran lagi membuat semua anak membuka Alkitabnya, karena mereka juga berdebat antara mereka sendiri. Waktu masuk ke penerapan Firman dalam hidup sehari-hari, mereka memberikan usulan yang lain. Beberapa di antaranya saya setujui. Bila tadi tidak ada yang mau membawakan doa pembukaan, doa persembahan, bahkan saya nyaris mengedarkan sendiri kantong kolekte, sekarang mereka berebut membawakan doa penutup kebaktian. Dan, kebaktian SM selesai dengan porsi lengkap. Waktu pulang mereka satu persatu bersemangat menyalami saya.
 
Minggu depan ngajar lagi di sini, ya Oom,” kata seorang anak.
Tapi awas, jangan ngawur,” temannya menambahi sambil tertawa.
Hé éh,” jawab saya ikut tertawa.
 
Ketika kelas telah sepi, saya duduk tercenung. Saya merinding ketika tiba-tiba menyadari pada saat akan membubarkan kebaktian tadi terjadi perubahan suasana yang tidak pernah saya duga sebelumnya. Saya yakin Tuhan masuk ke kelas ini untuk mengambil-alih tugas saya. Saya melipat tangan berdoa. Saya harus mengakui ketrampilan saya yang paripurna tidak ada manfaatnya tanpa keikutsertaan-Nya. Selesai berdoa, ingatan saya melayang ke peristiwa beberapa tahun sebelumnya, yang menguatkan pengakuan saya ini.
o—
Walau saya tidak lagi berdomisili di Jakarta, setiap saya dipanggil ke Jakarta ke kantor pusat perusahaan tempat saya bekerja dan melewati malam Jumat di sana, saya selalu menginap di hotel dekat gereja di mana saya pernah berjemaat selama 5 tahun. Jumat malam sekitar 75 GSM gereja ini berkumpul untuk acara pembekalan. Saya senang menghadirinya karena ada pembahasan latar belakang Alkitab, peragaan Cerita untuk anak kecil dan anak besar, demo penggunaan alat peraga dan belajar lagu baru.
 
Suatu kali saya bertanya kepada seorang GSM, “Rasanya saya tidak melihat Butet hampir 3 bulan ini. Apa dia pindah ke luar kota?”
 
GSM yang hilang ini adalah gadis yang energik, aktif, pandai, supel dan bertangan dingin. Kegiatan apa pun bila ditanganinya, pasti beres. Bila ia memeragakan Cerita, selalu saja saya terpesona. Saya belum pernah menemui seorang GSM sehebat dia dalam menyajikan Cerita.
 
Kabarnya sih,” cerita GSM itu, “ia lagi pisahan sama pacarnya. Dia tidak lagi mengajar SM. Ya, kita memaklumi. Bagaimana ia bisa mengajar SM kalau segala sesuatu yang ada di SM mengingatkannya kepada pacarnya. Kamu kan tahu, pacarnya juga GSM.”
 
Maka ketika saya berkesempatan lagi menghadiri acara ini dan melihat dia, saya senang sekali. Selesai acara saya menyapanya. “Butet, raung-raung ke mana saja kau ini. Duduklah di sini, kita bicara-bicara dulu.”
 
Dia juga senang jumpa saya. Lalu ia bercerita ia berkeliling mengunjungi pos-pos SM. “Minggu lalu saya mendapat pengalaman yang luar biasa. Saya ke pos Pamulang. Anak-anak meminta saya yang bercerita. Saya tidak siap. Saya sudah lama tidak bercerita. Tetapi guru-guru di sana juga mendesak. Terpaksa saya cerita setelah diberitahu guru pos itu apa ceritanya dan pengenaannya. Anak-anak mendengar dengan sungguh-sungguh. Bahkan ada yang meneteskan air mata ketika saya sampai ke aplikasi cerita. Itu cerita yang terbaik yang pernah saya bawakan. Saya tidak menyangka, tanpa persiapan saya bisa bercerita begitu baik.”
 
Ketika pikiran dan hatimu kosong, Roh Kudus mendapat ruang gerak untuk berkarya,” saya berkomentar. Terkejut saya melihat matanya yang semula berbinar mendadak meredup. Ada air menggenangi bola matanya. Dia menggigit bibir berusaha menahan tangis. Dia gadis tegar. Tak pernah saya melihatnya bersedih hati. Sekejam apa pun kritik yang diterimanya, ia masih bisa tersenyum. Saya betul-betul menyesali perkataan saya. Perkataan itu meluncur begitu saja dan tidak terpikir sebelumnya. Kami sama-sama terdiam. Aula itu sudah sunyi, tinggal kami berdua saja. Akhirnya saya berkata,
 
Butet, tetaplah mengasuh Sekolah Minggu bagaimana pun suasana hatimu. Tetapi ijinkanlah Allah Roh Kudus ikut membantu. Tuhan memberkatimu.”
Saya berdiri dan menyalaminya.
Terima kasih,” jawabnya lirih.
o—
Ketika pertama kali mengajar SM, kita tahu banyak kekurangan kita. Kesadaran ini mendorong kita rajin berdoa, meminta Tuhan mem”backing” pelayanan kita. Tetapi dengan berlalunya waktu, ketika jam terbang makin panjang dan makin lengkap ketrampilan yang kita kuasai, perlahan-lahan kita meninggalkan backing kita. Rasanya tanpa Dia kita sanggup melakukan segala sesuatu.
 
Memilih lagu lewat ingatan saja. Menghadiri acara pembekalan? Buat apa? Membaca bahan pelajaran, merenung 5 menit, kita sudah siap menyampaikan Firman. What else? Maka kita melangkah masuk ke dalam kelas SM tanpa terlebih dahulu berdoa meminta Tuhan Yesus, yang kita wartakan keberadaan dan kasihNya, membacking kita.
 
Ketika menulis bagian terakhir ini, saya teringat akan seorang pendeta wanita. Mendengar, mencatat dan kemudian menganalisa kotbahnya, biasa-biasa saja. So simple, sederhana banget. Tetapi anehnya, Firman yang dibawakannya selalu punya arti baru bagi saya karena seolah-olah Tuhan sendiri yang berbicara secara pribadi. Meminjam istilah rohani populer, “Logos itu berubah menjadi Rhema.”
 
Suatu hari Sabtu ketika beberapa aktivis mengajaknya makan siang di luar, ia menolak. Karena didesak terus menerus, akhirnya ia membuat pengakuan yang mengejutkan. Besok ia akan berkotbah, dan sudah menjadi kebiasaannya untuk melakukan doa puasa satu hari sebelumnya. That is her secret power!
 
Berapa puluh tahun pun jam terbang seorang GSM, bahkan walaupun ia telah menyelesaikan pendidikan theologia, ada satu ketrampilan yang tidak pernah selesai dipelajari dan harus terus digumulinya. Kerendahan hati. Kerendahan hati yang tulus, yang dipertahankan bukan untuk tampak lebih rohani daripada orang lain, tetapi yang tetap terus dijaga karena menyadari perjuangan memenangkan jiwa tidak bisa dilakukannya seorang diri. Kerendahan hati yang demikianlah yang mengundang Allah Roh Kudus ikut bekerja.
Jangan lalai dalam mempergunakan karunia yang ada padamu, yang telah diberikan kepadamu oleh nubuat dan dengan penumpangan tangan sidang penatua. Perhatikanlah semuanya itu, hiduplah di dalamnya supaya kemajuanmu nyata kepada semua orang. Awasilah dirimu sendiri dan awasilah ajaranmu. Bertekunlah dalam semuanya itu, karena dengan berbuat demikian engkau akan menyelamatkan dirimu dan semua orang yang mendengar engkau.” (1 Timotius 4:14-16)
 
(the end)
 
Bersukaduka bersama Sekolah Minggu
bag-7: Biarlah Allah bekerja
yasmeen's picture

@Purnomo,

Wah selesai juga copy paste 7 seri .. :)

Pak, minta ijin yah buat dikasih ke teman GSM yang lagi down. Udah saya pinjemin buku 'Arsitek Jiwa', tapi masih lemes aja. 

Saya tanya mau gak tulisan yang santai tapi serius, ironic, but also so true. Dia bilang mungkin yang begitu yang bisa dicerna saat ini. So.. here i am again ;).

Fyi, bagian ke 3, Just a kid, gak bisa di klik di judulnya, error.., tapi setelah coba klik di 'komentar' tulisannya baru bisa keluar.

Tq Pak, Jesus bless u & fam

Purnomo's picture

Yasmeen, menggembalakan sekaligus digembalakan

Aktivis gereja yang paling unik adalah guru Sekolah Minggu, karena ia melayani sekaligus dilayani, ia menggembalakan (anak) sekaligus digembalakan (oleh penatua & pendetanya). GSM juga melakukan sekaligus 4 tugas gereja, yaitu menjaga pengajaran (melalui kelas pembekalan) – melakukan persekutuan (di antara sesama GSM dan anak-anak) – diakonia (terhadap anak terutama) – memberitakan Injil (kepada anak).

 

Karena itu seorang GSM tidak boleh lemes, ia harus (pura-pura) tegar. Persepsi yang salah ini malah membebani GSM karena ia tidak boleh mengeluh. Jika ia merasa lelah, lebih baik ia mengurangi kegiatannya dengan tidak lagi menangani organisasi SM sehingga ia bisa lebih fokus di kelasnya saja. Atau, melakukan kegiatan penyegaran, refreshing. Untuk GSM di gereja-gereja kecil sekaligus di kota-kota kecil, memang tidak mudah untuk mendapakan acara RC (refreshing course), retreat GSM atau sejenisnya. Jika ia ada di gereja kecil tetapi di kota besar, masih bisa diharapkan gereja besar bila melakukan kegiatan itu mau berbaik hati mengundang GSM dari gereja kecil.

 

Masih ada jalan keluarnya bila gereja besar lupa berbaik hati kepada gereja kecil, yaitu mengikuti seminar-seminar Sekolah Minggu yang diadakan oleh sekolah-sekolah teologi. Dalam seminar-seminar ini kita bisa bertemu dengan GSM dari berbagai kota dan denominasi untuk bertukar pengalaman (tepatnya bertukar keluh-kesah) dan saling menguatkan. Biasanya seminar ini diadakan pada musim liburan sekolah, misalnya bulan Juni. Dari laporan para GSM gereja saya yang mengikuti seminar di berbagai tempat, saya merekomendasikan SAAT Malang. Bersuratlah kepada seminari ini agar mau mengabari gereja Anda bila mengadakan seminar SM.

 

Semoga informasi ini bisa membantu.

Salam.

 

yasmeen's picture

@Purnomo, noted & passed

Makasih Pak, informasinya dah saya teruskan ke teman gsm tsb. Ybs adalah adik dari salah seorang pengerja kami, tapi dia melayani di gereja lain.

Karena itu seorang GSM tidak boleh lemes, ia harus (pura-pura) tegar. Persepsi yang salah ini malah membebani GSM karena ia tidak boleh mengeluh.

Mungkin itu sebabnya ybs mencari saya yang notabene tidak pernah berjemaat di gerejanya.  She has to let the burden out, but not in her own 'house', because she thought that might influence others.

sekali lagi terima kasih pak !