Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Amanat Agung

Purnomo's picture

DONASI KE-3 CLUSTER TEOL

             Senin siang 12 Oktober 2015 aku ke ATM BRI dan BCA untuk mentransfer uang ke 10 nomor rekening mereka yang namanya ada dalam daftar “Cluster Teol”. Bulan Agustus aku mentransfer Rp.2.754.572,- untuk 9 orang; September Rp.3.205.090 untuk 10 orang; dan bulan ini Rp.3.405.100,- untuk 10 orang. Santunan bulan ini naik karena beberapa di antara mereka aku naikkan donasinya sebab mulai awal bulan Oktober masuk 1 donatur baru.

Purnomo's picture

PURNOMO SOK PAMER

           Hari Sabtu 03 Oktober 2015 aku ke sebuah SD Kristen setelah mendapat kepastian Kepseknya ada di sana. Sekolah ini sejak dulu hari Sabtu libur. Aku sengaja memilih hari itu karena akan membicarakan sesuatu yang rahasia. Sebulan yang lalu Ibu Kepsek bertanya kalau-kalau aku bisa membantu para GTT (Guru Tidak Tetap) yang hanya berhonor 250 ribu sebulan. Di SD Tabita GTT mendapat 400 - 500 rb.


Purnomo's picture

PDT EME-4 – PEJUANG PANTANG BERHENTI BERPERANG

            Karena anggota gereja Sekaran yang tinggal di dusun Ndelik jarang datang, Bpk Soemardiyono melakukan jemput bola. Minggu sore dia bersepeda ke sana mengumpulkan mereka bersekutu dalam doa dan pembacaan Firman. Tuan rumah berganti-ganti dan anggotanya makin bertambah sehingga terpikir oleh Pak Mar untuk memiliki tempat bersekutu yang tetap. Dusun ini betul-betul ‘ndelik’ (tersembunyi) karena terpencil di tepi hutan jati. Dengan uang tabungan istrinya dia membeli sepetak kecil tanah di sana. Tidak mahal kok. Lalu dari mana biaya pembangunannya?

Purnomo's picture

PDT EME-3 – PANGKUR PALARAN

             Pada tahun 1960-an guru sekolah dihormati, terlebih di desa. Walau ‘hanya’ guru SD, bagi orang desa dia adalah orang hebat karena bisa membaca, menulis dan berhitung. Selain menjadi penolong penduduk membacakan surat-surat yang diterima dari sanak keluarga yang tinggal jauh dan kemudian menuliskan surat-surat balasannya, dia juga menjadi tempat bertanya tentang apa saja. Dan kehormatan yang lama disandang oleh Bpk Soemardiyono ini lenyap setelah dia diasramakan oleh pemerintah selama 2 tahun sebagai tahanan politik. Orang yang selalu disapa dengan hormat oleh setiap penduduk kini dihindari seperti orang berpenyakit menular. Bukan karena mereka membencinya, tetapi bila tampak akrab dengannya takut didatangi tentara untuk diperiksa apa punya “kuman penyakit” yang sama.

Purnomo's picture

PDT EME-2 – KETURUNAN CIU PEK TONG

               Bpk Soemardiyono badannya bukan kecil, tetapi langsing. Gerak tubuhnya masih lincah. Waktu menyalami istrinya aku bertanya “Ibu pensiunan pegawai negeri?”
              “Yg pegawai negeri itu istri Bapak yg dulu. Saya istri sambungan, hanya bidan desa.”
              Begitu duduk di kursi tamu istrinya segera menyajikan minuman air mineral cup, sesisir pisang dan setandan kecil buah anggur. Padahal dia belum tahu tamunya ini datang bawa berkat atau laknat. Kepada Pak Mar aku menjelaskan maksud kedatanganku ke gerejanya.

Purnomo's picture

PDT EME-1 – MEMANGNYA purnomo SUDAH GOBLOK?

            Setelah 60 menit bermotor melintasi batas kota timur Semarang, Mranggen, Karangawen aku sampai ke pasar Tegowanu. Mencari alamat di pelosoknya bagiku cukup berbekal nama kelurahan dan nomor RT & RW-nya. Aku tidak mengandalkan ji-pi-es, tetapi pangkalan ojek. Dari mereka aku mendapatkan keterangan rinci plus nasihat, “Nanti kalau mau lewat lintasan rel kereta api berhenti dulu, lihat kiri kanan sebelum menyeberanginya. Dua bulan yang lalu ada yang mati tersambar kereta.”


Purnomo's picture

GWB 9 – DERITA CALON PENDETA (bag-2)

                 Pak Budi bercerita juga tentang pelayanannya di pelosok Jawa Timur dan Palangka Raya. Sampai dia mengakhiri kesaksiannya, aku belum bisa memutuskan apakah dia bisa dimasukkan ke dalam “Cluster Teol”. Untuk memberi tambahan waktu otakku berpikir, aku mengulur waktu dengan berkata, “Pak, saya ke mari untuk minta maaf karena sewaktu donasi untuk Bpk dihentikan mendadak saya lupa memberitahu kepada Bpk sebelumnya.”
                “Saya sebetulnya ingin bertanya kepada mbak Ningsih tetapi saya sungkan mengatakannya,” jawabnya. Ningsih adalah penyalur santunan untuk para GWB di daerah selatan Semarang sampai Ungaran.


Purnomo's picture

GWB 8 – DERITA CALON PENDETA (bag-1)

                 Dua tahun yang lalu ketika mengunjungi alamatnya, aku hanya bertemu istrinya. Suami istri ini GWB (Guru Wiyata Bakti). Rumah mereka seatap dengsn sebuah gereja karena si suami adalah pendeta. Aku harus menanyakan beberapa hal walau dia pernah selama setahun aku kirimi donasi, karena posisinya sebagai “GWB sekaligus pendeta” akan aku rubah menjadi “Pendeta sekaligus GWB”.

Purnomo's picture

GWB 7 – NEMENI sekalian NENENI

                Sore ini aku di-sms seorang guru wiyata bakti (GWB) yg bersama sekitar 25 GWB menerima santunan bulanan “Persekutuan Biji Sesawi”-nya sebuah yayasan Kristen setiap Sabtu ke-2. “Ini Samuel. Bpk yg tadi pagi cari saya di PBS? Sy terlambat datang. Ada apa?”
                Dulu aku sering bertemu dengannya karena aku ada di Departemen Musik yayasan itu, tapi sering “ngusili” Departemen Diakonia. Aku tak pernah memberinya donasi.

Purnomo's picture

GWB 6 – MENYALAKAN PELITA di GUNUNG KALONG

              Begitu pagi ini aku memutuskan unt memulai “santunan teol” aku menulis nama2 siapa saja yg akan aku hubungi. Prioritas pertama adalah seorang GWB (Guru Wiyata Bakti) yg tinggal di Kelurahan Susukan Ungaran Timur. Aku pernah mengunjungi rumahnya dalam mempersiapkan penyantunan GWB yg kemudian berlangsung dari Nopember 2013 sampai dengan Desember 2014. Setiap hari Kamis pk.19.00 - malam Jumat – dia mengadakan persekutuan oikumene di rumahnya. Yang hadir penduduk di sekeliling rumahnya sekitar 15 orang. Aku dimintanya datang membawakan Firman. Tetapi aku menolak. “Pak Subandi, orang yg tepat adalah mbak Ningsih. Bpk akan bertemu dengannya karena setiap bulan Bpk akan mengambil santunan di rumahnya.”