Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kisah Pemain Gitar dan Gadis Tuli

deviro yan's picture
Saya pernah mendengar sebuah cerita dari khotbah seorang bapak pendeta. Ketika itu temanya tentang melakukan sesuatu bagi Tuhan dengan hati (kalau tidak salah-berarti benar). Maksudnya seperti ini, ketika melakukan sesuatu -apa pun dah- tapi pada waktu itu sorotannya adalah pelayanan yang entah itu di altar atau di belakang layar -istilahnya begitu- seharusnya melakukannya dengan hati yang sungguh buat Sang Raja bukan buat manusia atau bahkan untuk dilihat manusia. Karena ketika kita memberikan pelayanan kita untukNya dengan hati maka tiada sepatah kata persungutan pun -sekalipun dikit- yang bakal nongol dari mulut ato dari hati dan pikiran, dan tiada lagi mikir-mikir untuk memersembahkan sesuatu bagiNya, pokoknya persembahan yang dari hati yang sungguh-sungguh diberikan bagiNya dan persembahan yang seperti itu bisa membuat seseorang bener-bener ndredek di hadapan Sang Raja yang melihat penampilan kita. Woow.

 
Ceritanya berkisah tentang seorang pemuda yang pintar bermain gitar, memang dia jago banget dan kalo sudah main tangannya itu sudah seperti penari balet yang menari-nari bak ballerina. Pemuda itu selalu tampil setiap minggu di gereja tempatnya berjemaat. Lalu suatu saat ada seorang gadis manis yang selalu duduk di bangku jemaat nomor tiga dari depan dan memandang pemain musik yang memainkan alat-alat musiknya terutama pemain gitar. Gadis itu suka tersenyum melihat mereka. Karena sering dilihat dan disenyumi oleh gadis itu, pemuda pemain gitar handal ini pun kesengsem dan setiap kali bertugas dalam pelayanan dia memainkan gitarnya dengan sungguh-sungguh bahkan tubuhnya sampai seperti cacing kepanasan yang menggeliat-geliat karena gayanya memetik gitar rhytem-nya. Lalu beberapa minggu kemudian setelah ibadah, Si pemuda memberanikan diri mendekati gadis manis yang suka tersenyum itu. Dia menyapanya.
“Hai, apa kabar?” sapanya. Gadis itu tersenyum karena pemuda itu mendekatinya. “Kenalin namaku Niko (anggap aja seperti itu)” ujarnya lirih mengulurkan tangannya pada gadis manis yang masih saja tersenyum. Gadis itu juga mengulurkan tangannya menerima jabatan pemuda itu.
“Sepertinya sendirian ya?” Tanya pemuda itu lagi. Si gadis tetap tersenyum.
“Mau diantar pulang?” Pemuda itu lumayan gigih juga walaupun cuma dibalas senyuman. “Ehmm, ayo kalo mau diantar pulang” ajaknya. Gadis manis itu lagi-lagi tersenyum. Ia tidak bergeser sedikit pun dari tempatnya berdiri. Pemuda itu menggaruk-garuk kepalanya nggak ngerti mau ngomong apa lagi karena si gadis sepertinya tidak menanggapinya. Tapi karena nekat dan pinginnya lebih dekat dengan gadis itu, si pemuda kembali bertanya;
“Ehm oh ya, namanya siapa ya?”. Senyum manis menghias kembali dan pipi gadis itu mulai merah merona karena sapaan perasaan malu menghampirinya.
“Permisi, adik mau apa ya?” tanya seorang pria yang kemudian menghampiri keduanya.
“Oh enggak, Kak. Hanya mau berkenalan aja.” sahut pemuda itu.
“Maaf ya dik, Mila ini adik saya. Dia ada gangguan di telinganya sehingga sulit mendengar.” Pria yang mengaku kakak gadis manis itu menjelaskan padanya. Pemuda itu tercengang sementara Mila masih tersenyum.
 
Rupanya hasil permainan gitarnya yang buagus puol...dan super buagus itu buat Mila yang tuli wkkwkwkw... pemuda itu langsung lemas dan mengundurkan diri dari kedua orang itu dan memaki-maki dirinya sendiri karena telah berbuat bodoh.
 
Mendengar kisah ini saya jadi geli juga, karena memang tidak di pungkiri kejadian serupa mungkin terjadi diantara kita (walaupun itu mungkin 1 dibanding 1 juta atau bahkan ketika ada dan banyak maka bertobatlah!). Kita melakukan sesuatu (apapun dah termasuk pelayanan) kita nggak fokus sama Bapak Pemimpin yang harusnya kita layani dengan benar, kadang karena mau dipandang baik dan dipuji oleh orang (termasuk atasan atau mungkin pendeta/gembala/ketua pengurus) kerjanya jadi ngepuol dan mati2an (tapi jangan mati sungguh deh eman...eman...) dan pelayanannya jadi untuk manusia bukan untuk Bapak Pimpinan yang sesungguhnya.
 
Pesannya hanya satu dari tulisan saya ini, nggak banyak-banyak karena saya juga harus melakukan hal yang sama yaitu introspeksi diri! Selamat melayani dengan hati dan kasihNya.
 
Apa pun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia. Kolose 3:2

Deviro Yan (Dari blog pribadi saya. www.solideocard.blogspot.com)


hiskia22's picture

@deviro yan

Salam kenal.....

orang juanda........he...he...he...

anda menulis :

Saya pernah mendengar sebuah cerita dari khotbah seorang bapak pendeta..........Pemuda itu selalu tampil setiap minggu di gereja tempatnya berjemaat. Lalu suatu saat ada seorang gadis manis yang selalu duduk di bangku jemaat nomor tiga dari depan dan memandang pemain musik yang memainkan alat-alat musiknya terutama pemain gitar......“Maaf ya dik, Mila ini adik saya. Dia ada gangguan di telinganya sehingga sulit mendengar.”

Kalau di lihat....goblok sekali ya pendeta itu ngasih perumpamaan....

@deviro....buat apa ya gadis itu ke gereja ?

Buat mendengarkan FT ?....saya rasa iya....tapi agak susah.....kemungkinan ga dengar....

Buat bernyanyi.....mungkin iya......tapi pasti ga nyambung.....karena ga denger musiknya....

Buat berdoa.....pasti iya......tapi ga tahu kapan saat berdoa.....soalnya pas ketika berdoa...gadis itu pasti ga tahu....

Jadi gadis itu hanya tebar pesona.......pantesan aja si pemain gitar kesengsem.......

ha...ha...ha.....goblok sekali si pendeta........

Kalau saya ngasih perumpamaan mungkin bukan gadis yang agak terganggu pendengarannya....tapi gadis yang normal......cantik....seksi....dan menggoda....

Cuma ketika si pemain gitar ngajak kenalan....ternyata si gadis cucunya sudah segudang....ha...ha...ha....pasti si pemain gitar akan malu minta ampun......

GBU

 

__________________

GBU

sandman's picture

bisa dan tuli

apakah karena bisa dan tuli dia jadi tidak bisa berdoa? apakah karena bisa dan tuli dia tidak bisa memuji Tuhan?  Mungkin dia tidak bisa mendengarkan firman Tuhan karena tidak bisa mendengar, tapi bukankah ada ringkasan FT pada warta Jemaat?

 

Karena kita sungguh berharga bagi-Nya dan Dia mengasihi kita.

__________________

Ang Che Chen's picture

@ deviro,.. artikel bagus..

salam kenal Deviro..

ceritanya bagus lho.. GBU

clara_anita's picture

@deviro

Dear Deviro,

Cerita yang menarik

Setelah selesai membaca tulisan Anda, saya terusik dengan reaksi Niko, si pemusik ulung itu, setelah mengetahui gadis manis itu ternyata tidak dapat mendengar permainannya yang luar biasa.

Telinga bukanlah satu-satunya indra yang dimiliki si gadis itu. Ada paling tidak empat indra utama yang lain; yang dapat berfungsi sebagai pintu masuk sensasi. Artinya, meskipun si gadis tidak bisa mendengar indahnya alunan musik itu, bukankah matanya dapat menangkap kesungguhan sang pemuda bermain musik? Dan hatinya tentu sangat mungkin menangkap pesan yang disampaikansang pemuda?

Saya jadi teringat seorang pemusik terkenal yang melahirkan karya terbaiknya justru ketika ia tuli. Karena keindahan tak hanya tertangkap oleh satu indra tertentu .

 

Seperti saya yang dapat meraba pesan yang coba Anda sampaikan meskipun saya tidak dapat melihat Anda secara langsung.

 

GBU

anita

 

Purnomo's picture

DV, hanya sedikit terpeleset

Ilustrasi – atau kisah nyata – yang diberikan oleh pendeta itu menurut saya hanya salah di “ending”nya saja.

 Seorang yang tidak bisa mendengar masih bisa mengerti apa yang diucapkan oleh lawan bicaranya – yang ada di hadapannya – dengan membaca gerak bibirnya. Konon ketrampilan ini bisa juga dipelajari oleh mereka yang tidak tuli.

 Dengan demikian, gadis itu bisa “mendengar” kotbah. Pada saat pemuda itu berbicara kepadanya – ini usulan perubahan dari saya – gadis itu bisa menjawabnya. Kekecewaan pada cerita aslinya bisa dipertahankan (karena itulah inti cerita DV) setelah pemuda itu mengetahui gadis itu tuli karena dia pasti tidak bisa “membaca” musik yang dimainkan oleh pemuda itu.

 Saya kurang sependapat dengan Miss Clara (Nita gapapa ya sekali ini kita tidak sejalan). Musisi yang dimaksud Clara tidak tuli sejak lahir sehingga ia bisa “membayangkan” nada-nada bahkan aransemen musik yang ditulisnya. Ini tidak berbeda bila anggota paduan suara membaca not sebuah lagu baru dalam hati. Tanpa mendengar bunyi not itu di telinganya, ia bisa “membayangkan” melodi lagu itu.

 DV, cerita itu bisa diubah dengan happy ending bila ternyata gadis itu tidak tuli sejak lahir dan notasi serta lirik lagu yang dimainkan pemuda itu ditayangkan di layar multi media. Nah, di revised story inilah ide Miss Clara menjadi benang merahnya.

 Salam kenal dan selamat berkarya.

purnomo