Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Bersiaran Pada Tengah Malam

Purnawan Kristanto's picture

Siaran RPK FM

Rabu sore (14 Juli), seperti biasa, kereta api datang terlambat dari jadwal yang tertera di tiket. Itu biasa di Indonesia. Kalau datang tepat waktu, itu baru berita. Bung Darsum sudah sampai lebih dulu di stasiun Gambir untuk menjemput.  Kedatanganku ke Jakarta adalah untuk nimbrung rapat panitia Festival Penulis dan Pembaca Kristen dan juga untuk menjadi penggembira di acara Radio Pelita Kasih (RPK) FM.

Kami janjian bertemu di sebuah gerai donat. Sejurus kemudian, SMS dari mas Bayu masuk ke HP handphone. Dia pun sudah sampai di stasiun Gambir namun bukan turun dari kereta. Kantornya tidak begitu jauh dari stasiun, maka dia memutuskan untuk bergabung dengan kami. Bung Darsum sempat bingung mengabarkan posisi kami. “Soalnya kalau aku bilang ketemu kedai donat, di sini ada dua kedai donat. Kalau aku bilang ATM, di sini juga ada banyak ATM,” jelasnya sambil berjalan menuju tempat parkir. Dia juga bingung menentukan arah mata angin.  ”Bilang saja, kita menunggu di pangkalan taksi kuning,” usulku. Namun usulan belum dieksekusi, sosok mas Bayu sudah terlihat.

Siaran RPK FM

 

Aku dan mas Bayu mengekor bung Darsum menuju tempat parkir sambil membayangkan akan naik Penjunan’s Official Car seperti biasa, yaitu sedan putih milik bung Darsum. Bayanganku meleset. Bung Darsum membuka sedan BMW abu-abu metalik. “Wow, keren! Mobilnya sudah ganti,” seruku.

“Bukan kok, ini mobil adikku,” jelas bung Darsum tersipu,”aku pinjam mobil ini karena subuh nanti minta diantar ke bandara.” Dia harus terbang ke Surabaya dengan pesawat paling pagi untuk menghadiri undangan pendeta Wahyu Pramudya.

Mas Bayu duduk di kursi depan dan aku di jok belakang. Sebelum berangkat mereka merundingkan rencana perjalanan ke toko buku Immanuel. Di sana kami akan menjemput kak Ita Siregar. Senja temaram menyambutku di Jakarta. Sedan BMW meluncur pelan, selain karena berdesakan dengan kendaraan lain tetapi juga karena pengendara belum terbiasa mengendalikan mobil itu. Menurut istilah Jawa, “durung ngerti slahe.” Setiap kali berhenti di persimpangan, timbul perasaan tegang karena mesin kadang mendadak mati. Begitu lampu hijau menyala, jika mobil kami belum beringsut, maka klakson di belakang kami mulai menyalak. Tidak ada basa-basi di jalanan.

Ketika kami sampai di toko buku Immanuel, ternyata kak Ita masih dalam perjalanan. Jadi kami menunggu di dalam toko sambil melihat-lihat barang dagangan. Mas Bayu menunjukkan sebuah majalah yang memuat profil Komunitas Penjunan. “Bahan tulisan ini berasal dari mas Wawan?” tanya mas Bayu.

Aku mengernyitkan kening untuk mengumpulkan ingatan lagi. Hmm..aku lupa. Ketika membaca penulisnya, aku baru ingat. Beberapa bulan sebelumnya, aku memang dihubungi Arnita Sari melalui Facebook. Setelah itu, dia meminta janjian wawancara melalui email. Aku juga kirim beberapa foto aktivitas Komunitas Penjunan.

“Aku mau beli ah,” kata mas Bayu, “tapi aku mau beli di kantorku saja, soalnya ada diskonnya.”

Siaran RPK FM

 

Lalu kak Ita muncul dengan wajah pucat. Rupanya sedang terjangkit flu. Dia menyapa kami sambil terbatuk-batuk kecil. Tak mau membuang waktu, kami segera meluncur ke tempat rapat, yaitu di rumah Rebecca. Menurut Rebbecca, rumahnya itu dekat. “Cuma di belakang toko Immanuel ini. Jalan kaki juga bisa kok,” katanya waktu itu. Namun ketika ditempuh dengan mobil, ternyata memakan waktu lebih dari 20 menit. Mungkin Rebecca tahu jalan pintas yang lebih dekat. Tapi yang jelas, tanpa GPS maka kami kesasar. Bung Darsum salah mengambil belokan. Mestinya ke kiri, namun berbelok ke kanan menyusuri gang yang sempit. Saat lewat di depan klinik kesehatan, mobil kami sempat menyenggol sepedamotor yang terparkir di pinggir jalan.

Perdebatan kecil mulai timbul mempersoalkan arah, yang lalu diakhiri dengan menelepon Rebecca minta panduan arah. Mukjizat terjadi.  Saat kak Ita sedang menelepon, bung Darsum berseru, “Lho, kita sudah sampai di depan rumah Rebecca kok.” Kami telah dipandu oleh GPRS alias God’s Positioning System.

Sebelum rapat, kami menyantap mie, telur dan nugget sebagai makan malam. Diiringi hiruk-pikuk yang berasal dari pengeras suara rumah ibadah di seberang rumah, kami membincangkan persiapan festival. Dimulai dari laporan perkembangan, lalu penggalangan dana dan akhirnya memantapkan susunan acara. Sempat muncul perdebatan yang sengit perihal format acara diskusi pada salah satu mata acara. Namun dengan semangat persaudaraan akhirnya tensi mulai mengendur.

Menjelang pukul sebelas, kami mengakhiri rapat karena agenda berikutnya sudah menanti. Berempat, minus Rebecca, kami membelah malam menuju studio RPK FM di kawasan Suara Pembaruan, Cawang. Pada bulan Juli, setiap Kamis dinihari, kami diberi kesempatan untuk mempromosikan festival ini pada acara Media Cetak Kristen (MCK). Meski berlangsung pada tengah malam, namun acara yang diasuh oleh mas Argo dan mbak Niken Maria ini memiliki pendengar yang loyal.

Siaran RPK FM

Setengah jam kemudian kami sudah sampai. Untuk mengusir kantuk, kami memesan teh dan kopi. Tak lama kemudian, mbak Niken muncul di studio, tanpa meninggalkan ciri khasnya, yaitu logistik yang lengkap. Sambil menunggu siaran, kami menggosip dan bercanda di lobby RPK yang baru, yaitu di lantai 2. Desainnya sangat artistik, bernuansa modern-minimalis. Demikian juga, ruang call-box. Disekat dengan dinding kaca, maka orang yang siaran nampak seperti berada di etalase toko. Tembok dilapisi panel kayu untuk meredam pantulan suara. Lantainya dilapisi karpet empuk. Fungsinya juga sebagai peredam, namun ada juga fungsi sampingannya yaitu sebagai alas tidur penyiar atau narasumber. Beberapa personil majalah Inspirasi juga memilih tidur di sini setelah mereka siaran dinihari. Untuk para penyiar dan narasumber, disediakan meja panjang yang melengkung mirip busur. Mike dan headphone tergeletak di atas meja ini. Di depan meja, terpampang layar monitor LCD yang menayangkan SMS dari pendegar.

Tepat pukul 00:30, kami memulai siaran yang didahului dengan tune in” “di MCK ini tidak ada kotak sumbangan dan tidak perlu menyiram.” Bahan perbincangan malam itu adalah seputar tema festival: “Baca, Jadilah Bijak; Tulis, Jadilah Berkat.” Respon pendengar cukup baik. Hal ini tergambar dari jumlah SMS masuk yang cukup banyak. Malam itu, kami memberi hadiah buku kepada empat pengirim SMS yang terpilih.

Sembilanpuluh menit siaran terasa sangat singkat dan dilalui begitu cepat. Usai siaran, kami mengobrol sebentar kemudian bersiap pulang. Selepas pukul 2 pagi, mbak Niken mencegat taksi yang akan mengantarkannya ke Bekasi. Bung Darsum mengantarkanku ke Halim untuk menginap di rumah mertua. Selanjutnya menyampaikan kak Ita dan Mas Bayu ke Rawamangun. Setelah itu bung Darsum melesat ke Grogol, menuju rumah adiknya untuk minta diantar ke bandara.

Pukul setengah tiga, aku menyelinap lewat pintu dapur di rumah mertua. Sebelumnya, aku sudah meminta agar mama mertua tidak mengunci pintu dapur. Demikian, aku bisa masuk tanpa membangunkan mereka. Namun tak urung, mama bangun juga menyambut menantunya.

Setelah bersih-bersih badan, aku mulai merebahkan badan sambil merefleksikan aktivitasku sepanjang hari ini. Aku bersyukur dan merasa kagum dengan semangat yang ditunjukkan teman-temanku. Mas Bayu hampir tidak tidur malam ini. Pulang dari kerja, dia langsung ikut rapat, lalu siaran sampai pagi. Sesampai di rumah, tidak ada waktu lagi untuk tidur karena harus berangkat kerja lagi. Kak Ita terlihat bersemangat meski tenggorokannya dihajar oleh batuk. Virus flu tak mampu memadamkan api pelayanannya. Bung Darsum, setelah siaran masih mengantarkan kami lalu meluncur ke bandara untuk check in. Dia mungkin hanya sempat tidur selama dua jam di pesawat. Mbak Niken, hari itu mengalami “musibah.” Kunci mobilnya tertinggal di dalam mobil, sehingga tidak bisa digunakan. Namun itu tak menyurutkan semangatnya. Dia menyongsong langit fajar Bekasi dengan menumpang taksi. “Aku sungguh beruntung dipertemukan Tuhan dengan teman-teman seperti ini,” batinku sambil memejamkan mata. Aku butuh istirahat karena sebentar lagi harus meneruskan perjalanan ke Tasikmalaya

 

.FPPK

Berikutnya: Catatan Perjalanan ke Tasikmalaya

__________________

------------

Communicating good news in good ways

Rusdy's picture

Supplier GPS

Saya mao beli GPS (God Positioning System) -nya, dimana ya pak Pur?

Purnawan Kristanto's picture

GPS

Rusdy, aku cuma numpang mobil bung Darsum, Jadi nggak tahu dimana belinya. Coba deh tanya pak Muji atau pak Kiem. Nampaknya gerejanya sealiran dengan bung Darsum :)

__________________

------------

Communicating good news in good ways

nobietea's picture

GPS or GPRS

ompur nan baik hati dan ramah tamah... kamsudnya GPS or GPRS yaa?

klo GPS maps yang om kamsud setau bie so ada di smartphone, tapi klo GPRS.... bie pikir itu adalah signal yang ada di layar hape or modem bie  GPRS, WCDMA.... kya gtu deh

lagilagi bie kurang pintar  ::biggrin::

 

satu lagi... avatar ompur bkin bie jadi pengen ngeteh....

__________________

maaf.. bie kurang pintar

Purnawan Kristanto's picture

Nobie makin pintar aja.

Nobie makin pintar aja.

__________________

------------

Communicating good news in good ways