Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Jakarta Oh Jakarta. Banjir?

tilestian's picture

http://justisianews.com/wp-content/uploads/2013/01/banjir-jakarta-2012.jpg

          sumber: http://justisianews.com

Lima tahun yang lalu, salah satu kota di Pulau Jawa pernah bersahabat dengan "air cokelat" beberapa hari lamanya. Kebetulan waktu itu saya masih menjadi penduduk kota itu dan sekarang pun ternyata masih ... berharap bisa hijrah ke mana gitu, tapi ternyata tidak.

Pada pagi hari ketika udara terasa dingin menusuk, alih-alih ke kamar mandi untuk cuci muka, eh ... ada pemandangan yang tak biasa. Pelan tapi pasti "air cokelat" mulai masuk dan tak perlu waktu lama, semua lantai berkenalan dengannya. Haduh!! Segera berkemas, ambil yang penting-penting, dan melarikan diri keluar rumah sambil tergesa-gesa. Tak lupa saya berpamitan dengan ikan Louhan kesayanganku yang sengaja kutinggal sendirian di ruang tamu mungil yang masih gelap. Menerjang air yang ternyata sudah sampai selutut ... oh, tidak!! Betapa susahnya berjalan melawan arus sambil menggendong tas cukup besar berisi beberapa baju, surat-surat penting, dan skripsi (karena waktu itu, saya dalam proses mengerjakan skripsi).

Cepat sekali ya? Ternyata itu pengalaman 5 tahun yang lalu. Huh, menyebalkan! Berharap tak terjadi lagi di kota ini.

Benar, memang tak terjadi lagi di kota ini (untuk saat ini, berharap seterusnya tidak terjadi lagi!). Tapi? Kenapa terjadi di ibu kota? Jakarta lho!! Saya pergi ke Jakarta 6 tahun yang lalu. Ketika berkeliling kota itu dan melihat-lihat semua yang ada, hemmm ... kagum juga sih. Kagum melihat gedung yang tinggi ... pintar juga yang membuatnya. Penasaran dengan sejumlah bangunan mewah yang tampak dari luar (berharap di dalamnya lebih mewah dan berharap lagi orang yang tinggal di dalamnya cerdas-cerdas). Sekarang ibu kota mengerikan ... sama seperti kotaku 5 tahun yang lalu ... lebih parah bahkan! Di sana ada air dan di sini pun air, bergerak-gerak sesuka hati. Duh, ibu kota pasti kedinginan ... sampai menggigil. Entah presiden, gubernur, menteri, warga Jakarta baik kaya maupun miskin, bahkan para rantauan pun bersentuhan dengan "air cokelat" ini (bisa juga hitam). Merata, benar-benar adil air mengalir. Tapi sampai kapan ya?

Sering kali hujan disalahkan, padahal hujan tak tahu apa-apa. Hujan hanya bertugas menuangkan air sesuai permintaan si Penguasa. Mau dituang di sebelah sini, sebelah situ, sudut kanan, sudut kiri, dll. terserah ucapan si Penguasa. Yang terpenting, bagaimana cara kita menyambut kedatangannya? Mau disambut di ember besar, kecil, kotak, bulat, lonjong ... terserah. Atau mau disambut di selokan lebar, besar, bersih ... tak apalah. Bisa juga disambut dengan tarian antihujan ... wah, ini sih bukan menyambut, tapi menolak secara halus. :) Menurut Anda, berfungsikah tarian antihujan? (saya tak tahu namanya apa)

Hanya bisa berdoa untuk ibu kota, oh Jakarta ... Jakarta. Air cokelat yang ada di gelas memang menyenangkan, apalagi ditambah sedikit cream dan gula. Tapi kalau air cokelat yang ada di jalanan dan ruang-ruang, lebih baik saya menutup mata dan berdoa, "Tuhan, tak ada gelas yang besar atau ember super jumbo untuk menampungnya. Tolonglah Tuhan ... semua ada dalam kendali-Mu." Memang, layar televisi saya berukuran 14', tapi setidaknya hati saya lebih dari 14' untuk bisa merasakan penderitaan mereka, yang saat ini terpaksa harus bersahabat dengan "air cokelat" itu. Air cokelat Jakarta = banjir Jakarta = keprihatinan kita bersama. Ayo, Jakarta bisa! Kalau tidak terendam, ya berendamlah sebentar saja, jangan lama-lama.

Di mana pun Anda berada, mari doakan masyarakat Jakarta supaya tetap sehat dan berhikmat untuk menjaga kota mereka.

__________________

God's will be done Smile

manguns's picture

God's Design ; Climate Change

Hanya bisa berdoa untuk ibu kota, oh Jakarta ... Jakarta

mari doakan masyarakat Jakarta supaya tetap sehat dan berhikmat untuk menjaga kota mereka

Sudah saatnya para tukang khotbah di gereja diseminarnasionalkan tentang isu climate change. Kurangi berdoa dan putarbalik ayat, mulailah memperkaya diri dg pengetahuan. Jangan kalah dengan para kyai yang beberapa waktu lalu dibekali dengan genetika. Dengan pengetahuan climate change kita mulai mulai mampu mendengar 'God's Design' kenapa Jakarta lumpuh banjir hanya dengan hujan tiga hari.

Pertarungan good and evil, light and dark, sudah whole new level. Devil sudah lama cuti, kerjaaya diambil alih oleh multi national corp. Manmade climate change continues unmitigated.

'An Incovenient Truth' Al Goore adalah video yang baik, simpel, faktual, to the point, menggugah, sbg bahan pengajaran climate change.


tilestian's picture

Kurangi berdoa??

Wah, Pak manguns, kalau kurangi berdoa ... ntar malah kagak ada yang berdoa. Mungkin berdoanya diganti fokusnya kali ya? Bukan hanya untuk gereja pribadi or keperluan pribadi, tetapi untuk semua komunitas dan perubahan yang ada. Hemmm ....

Emang harus peka dengan semua perubahan yang ada! Tak cukup hanya dengan mendiskusikannya, tapi ada real act! Berdoa itu pun termasuk real act.

Beberapa hari liat info Jakarta Darurat Banjir, jadi mikir-mikir, "Kenapa bisa melebar ke mana-mana tuh air." Sampai-sampai tak ada sisi mewah Jakarta lagi ... hahaha. Bukan senang sih, tapi miris.

Kayaknya memang semua orang mesti sadar akan climate change ... biar bisa beradaptasi dan sedikit kreatif untuk menanggapinya. Hemmm ....

__________________

God's will be done Smile

manguns's picture

mastering, knowledge

Allah menugaskan manusia menguasai bumi dan segala isinya ... master. (Kej). Untuk mampu menguasai, manusia mutlak memiliki pengetahuan yang dibutuhkan. Saat Musa nulis kitab kejadian jumlah manusia belum seberapa, level pengetahuan beliau mencukupi, tapi ketika jumlah itu sudah tembus 6 milyar dan menjelang 9 milyar dibutuhkan level pengetahuan yg jauh lebih tinggi.

Penyakit orang beriman adalah terlena menyerahkan segala macam urusan dan masalah kepada Allah. Setiap ada bencana dan musibah otomatis berdoa... menguatkan diri ...

Pepatah bilang, berdoa adalah separuh upaya. Selalu diartikan org beriman dengan melulu berdoa. Padahal seharusnya didahului UPAYA minimal 50%, setelah itu dilengkapi dengan berdoa.

Saya sudah sebal selalu mendengar doa syafaat ttg banjir memohon kepada Allah agar bla..bla..bla. Selain doanya terdengar minim pengetahuan ttg banjir, dan juga tiada UPAYA signifikan dari pendoa utk ngajak 'deal the problem'.

------

Tentang banjir, kekurangan pengetahuan menyebabkan alam jadi kambing hitam (curah hujan tinggi dll).. pasrah menguatkan diri dan berdoa. Pengetahuan ttg cilmate change akan menyadarkan kita proyeksi bencana global, karena ulah 6 milyard manusia produksi carbon (carbon emissions). Bumi mulai memberikan sinyal sudah tidak tahan ditimpa manmade climate change continues unmitigated.

Emisi carbon, efek rumah kaca, suhu rata2 global naik, curah hujan tinggi, kemarau panjang, es kutub cair .... permukaan laut naik ... Diproyeksikan dalam puluhan tahun kota-kota pantai akan mulai tenggelam. God's design yang tertuang dalam Hukum Alam memprediksi Jakarta bukan banjir... tp tenggelam. Saya pengen dengar ... doa tenggelam seperti apa ya? Mudah2an sudah mati dulan, nggak sempat ngeliat anak cucu tenggelam.

Selanjutnya ada yg komen: 'jangan sampai begitulah.... ngeri ...' lalu ngajak ... 'mari kita berdoa agar Allah bermurah hati tidak menurunkan bencana tenggelam ....' weleh...weleh...