Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Kematian sang Anak !

Veritas's picture

Aku muak dengan hidupku. Semua yang kualami benar-benar membuatku membenci hidup.
Kini aku sadar betapa hidup tidak lebih baik dari mati. Bahkan aku berkata bahwa
mati lebih baik dari hidup.

Luka itu tiba-tiba tergores kembali walau tidak dalam, namun cukup membuat keperihan
yang dulu pernah kurasakan kembali kurasakan dengan intensitas yang cukup untuk membuatku
meneteskan air mata. Otak ini seperti tanpa kendali memerintahkan mata untuk mengeluarkan
air, mana kala hati mengalirkan energi keperihan kedalam pikiran.

Terbayang diwajahku keceriaan, kebahagiaan, dan sukacita yang pernah kurasakan.
Justru akhirnya hal-hal itu telah menjadi pedang yang sangat tajam menusuk sanubariku
ketika duka dan nestapa menyergapku. Aku berkata, seandainya aku tidak mengenal sukacita
dan kebahagiaan, tentu tidak akan ada pedang yang tertancap disanubariku seperti sekarang
ini. Pikiran liarku bertarung terhadap sukacita yang menusukku. Sukacita yang menjadi
teman telah menjadi musuh yang sangat mengerikan bagi pikiranku. Emosiku bergejolak dan
berteriak menahan hujaman pedang sukacita dan belati kebahagiaan disaat duka dan nestapa
mengepungku pada hari sialku.

Dengan segenap tenaga kuteriakkan kelangit, " AKU MOHON HAPUSKAN AKU DARI KITABMU ! "
Nestapa ini telah membuatku kehilangan kepercayaan kepada hidup. Ketenangan mati
menyergap emosiku. Hatiku berkata kepada pikiranku bahwa engkau akan tenang bila mati.
Pikiranku berkata kepada hatiku :" ENGKAU KEJAM KARENA HENDAK MELENYAPKAN AKU! "
"Jika AKU lenyap, maka ENGKAU pun lenyap !" pikiranku berkata dengan gusar.
Tiba-tiba hatiku tertegun mendengar kegusaran pikiranku. Pedang sukacita yang menancap
seperti tidak lagi terasa perih. Duka nestapa seperti kehilangan kekuatannya. Sukacita
yang menjadi senjata duka nestapa seperti tidak bertenaga.

"Wahai pikiran, jangan berteman dengan sukacita dan kebahagiaan!"
"Wahai pikiran, jangan berteman dengan kebaikan dan kemurahan !"
"Wahai pikiran, jangan berteman dengan kekudusan dan ketulusan !"
"Wahai pikiran, jangan berteman dengan ketaatan dan kejujuran !"

"Mereka akan menjadi musuhmu yang paling mematikan kelak, jadi jangan pernah berteman
dengan mereka" 

"Wahai hati, bimbinglah pikiran sebab dia adalah anakmu. Bapa mana yang memberikan
 ular jika anaknya minta ikan ? Jika pikiranmu meminta roti, maka berikanlah roti."


Sang KALAM menyapa dari jauh. Suaranya seperti semilir angin. Menyejukkan tubuh yang
panas. Menguatkan hidup yang lemah. Membangkitkan hati yang mati.

Dengan kekuatan terakhir PIKIRAN BERTERIAK,

" SUDAH SELESAI ! KEPADA-******* KUSERAHKAN NYAWAKU ! "

...




__________________

Quid Est Veritas Kata seorang bajingan bernama PILATUS

http://www.facebook.com/veritasq