Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Plesir

psikologila's picture
Kembali lagi di kerajaan Takisabaca yang konon katanya, keindahan alamnya tak tertandingi. Tongkat kayu dan batu bisa jadi tanaman, sekaligus makanan! Bukan metafora belaka, lihat saja banyak rakyat Takisabaca yang makan tongkat beneran. Tentu saja bukan karena kreatif atau enak dimakan, tapi karena kemiskinan yang makin merajalela. Sungguh beda dengan suasana Istana Raja Bahelul, nyaring terdengar ucapan: "Sate, nasi goreng, kerupuk, baso. Eeenak!"

Raja Bahelul sedang asik-asiknya mengenyangkan diri. Suapan demi suapan dayang-dayang cantik diladeni hingga perutnya seakan-akan siap meletus menyaingi merapi. Lagi enak-enaknya bermanja-manjaan, si Penjilat itu datang dengan mata yang berbinar-binar.

"Paduka yang Mulia, yang Sungguh Kupuja, apa kita perlu pergi ke Arab Saudi?" tanya si Penjilat.

"Ke Arab? Buat apa? Kitakan baru piknik ke Yunani untuk belajar etika...argh," kata raja diikuti bersendawa.

"Belumkah Paduka tahu bahwa rakyat Paduka sedang disiksa, matanya dibutakan dan bibirnya digunting, bahkan sampai ada yang mati?"

"Tapi yang disiksa itu bukan sapi kan?" Ujar Raja kaget!!!

"Tenang saja Paduka, bukan itu." senyum si Penjilat

"Kalau bukan sapi, paling-paling kerugiannya hanya ratusan juta. Aku tidak akan sebangkrut waktu gunung meletus. Banyak sapi dan orang mati. Sedih sekali. Untuk sapi aku mengganti 10 jeti, untuk orang 4 jeti. Kurang baik apa aku ini ha? Hak.. hak.. hak..."

"Soal rakyat di luar...."

Raja keburu menyela, "Persoalan dalam negeri aja kagak ada yang beres, bagaimana kamu mau ngurusin yang di luar sana! Kalau buat piknik ke Hawai, bolehlah kamu ngemis-ngemis, eh ngajuin proposal. Kamu tahu, aku ada ide lain. Tapi aku mau dengar idemu dulu! Cepaaaaat!"

Si Penjilat tersenyum licik.

"Terima kasih yang mulia. Saya tahu yang mulia pasti berpikir untuk menjejali DePeEr dengan uang rakyat."

"Oh, pahlawan-pahlawan kita yang seperti burung branjangan yang riuh di kandang itu?"

"Berkat uang yang mulia, sebagian besar mereka sekarang lebih jago ngoceh, adu mulut, berantem, bersilang manuver! Walaaah, keahlian mereka membodohi rakyat semakin lama semakin patut diancungi jempol."

"Lagi-lagi kamu membaca pikiran rajamu yang pintar ini! Ya, sudah laksanakan! Hak... hak... hak... hak.... Oh, ngomong-ngomong, kapan kita kemana? Apa Apa kamu sudah memikirkan cara yang paling aman agar aku bisa jalan-jalan di negeri ini? Aku tidak suka dimintai tanda tangan oleh rakyat. Kamu tahu kan albumku laris manis... hak hak hak..."
 
"Tenang saja Paduka yang Mulia. Hamba sudah menyiapkan 1001 WIG untuk berpiknik ria di mana saja, kapan saja."