Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Why Always Me…?

Andreas Priyatna's picture

Beberapa hari terakhir ini ada sebuah tulisan yang mendadak menjadi bahan perbincangan bukan hanya di kalangan pers dunia, tetapi juga sampai di kalangan perkantoran bahkan sampai di kalangan masyarakat yang sederhana yang sedang mengobrol di warung kopi atau warung-warung nasi. Tulisan itu adalah sebuah tulisan di sebuah kaos yang di pakai oleh seorang pemain sepakbola professional dan berbunyi “Why Always Me?”. Mengapa harus selalu saya?. Di dalam konteks ini, tulisan why always me tidaklah mencerminkan sebuah kata penyesalan atau kata lain yang menggambarkan ketidak-senangan atau menggerutu, tetapi mencerminkan suatu kebanggaan, yaitu kebanggaan bahwa saya selalu berbuat yang terbaik untuk semua orang.  Dengan bangganya dia memamerkan tulisan why always me nya kepada seluruh kameraman yang berasal dari berbagai belahan dunia. Itu adalah gaya apofasisatau preterisio, gaya yang seolah-olah menyangkal apa yang dikatakannya.

Di dalam kehidupan sehari-hari sering pula dijumpai kata-kata why always me, akan tetapi why always me nya bukanlah merupakan gaya apofasisatau preterisio itu. Why always me nya merupakan sesuatu yang real di kehidupan nyata, seperti yang sering teman sekantor saya keluhkan. Saya sebenarnya sudah tidak betah bekerja di sini, katanya. Hampir semua pekerjaan yang picisan diserahkan ke saya, selalu saja saya yang disuruhnya, sedikit sedikit saya…, sedikit sedikit saya..., tapi gaji tidak naik-naik.  Why always me?.

Di dalam kehidupan ini sering juga dijumpai  kata-kata why always me. Sebuah pertanyaan yang sama secara harfiah, tapi berbeda arti dengan yang dituliskan di sebuah kaos yang pertama disebutkan di atas. Ketika kehidupan sampai di sebuah titik yang tidak mengenakan, ketika kehidupan terasa begitu pahit dan getir, ketika kehidupan terasa begitu menghimpit, ketika kehidupan tidak lagi memberikan pilihan, ketika kehidupan telah mengeringkan air mata dan ketika kehidupan mendera di dalam ketersendirian tanpa ada orang lain yang menolong…, sering kata-kata why always me…, why always me terucap. Itu adalah realita kehidupan, di mana selalu mengeluh dan menggerutu ketika kehidupan tidak lagi berpihak padanya.

Tapi…, ingatkah ketika kehidupan sedang memanjakan hidup dengan segala yang ada di dunia ini, ketika kehidupan ini sedang dalam kelimpahan berkat, ketika roda kehidupannya sedang berada di atas, ketika semua yang dikerjakannya selalu berhasil, pernahkah bertanya why always me?.

Ketika sedang berbahagia menikmati hidup ini, ketika sedang berlibur di sebuah pantai yang indah, ketika sedang berlibur di luar negeri dan menginap di hotel berbintang, ketika mengadakan pesta ulang tahun yang sangat meriah, ketika membeli mobil mewah atau membeli sebuah villa yang indah, pernahkah kita bertanya why always me?.

 

Jakarta, 29 Juni 2012