Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Natal dan Kehendak Allah

petrus f. setiadarma's picture

Allah yang kita panggil Bapa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus adalah Allah yang berpribadi. Itu berarti bahwa Ia memiliki pikiran, perasaan, dan kehendak bagi seluruh alam semesta ciptaan-Nya. Ia memiliki maksud (purpose) yang begitu indah bagi ciptaan-Nya, khususnya bagi kita, manusia yang diciptakan menurut gambar dan rupa-Nya.

Pada suatu kali Yesus menegur mereka yang hanya berseru kepada-Nya “Tuhan, Tuhan!” tetapi tidak melakukan kehendak Bapa yang di sorga. Untuk dapat melakukan kehendak-Nya, kita harus mengenal kehendak Allah dengan sebaik-baiknya. Setiap orang percaya harus berusaha untuk mengenal kehendak Allah seperti yang Rasul Paulus katakan kepada jemaat di Efesus (Efs. 5:17). Hanya mereka yang mau mengenal dan melakukan kehendak-Nya yang berkenan kepada-Nya.

Dalam artikel minggu lalu kita telah belajar dari “palungan dan kandang”. Dalam artikel kali ini kita akan merenungkan kaitan antara Natal dan kehendak Allah melalui beberapa tokoh dalam peristiwa Natal itu sendiri. Dalam Matius 2:1-12 kita melihat adanya 4 (empat) jenis manusia yang menggambarkan keadaan manusia pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan kehendak Allah. Mari kita melihatnya satu-persatu dan kemudian kita bisa menilai keberadaan diri kita, termasuk golongan yang mana.

Orang Majus – Pencari Kehendak Allah

Para orang majus adalah para ilmuwan, ahli perbintangan atau astronom yang mengamati munculnya sebuah bintang sebagai pertanda lahirnya seorang raja. Allah memang bisa menyatakan kehendak-Nya secara terbatas melalui alam semesta, yang disebut sebagai pewahyuan umum (general revelation – Maz. 19:1-7). Selanjutnya mereka berangkat dari negeri mereka di Timur (daerah Persia) menuju ke Palestina mengikuti gerak bintang itu, bermaksud untuk menyembah Raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu. Mereka mencari kehendak Allah. Orang semacam ini patut dipuji, karena mereka rela mengorbankan waktu dan tenaga mereka, meninggalkan negeri mereka ke tempat yang begitu jauh untuk mencari kehendak Allah.

Semula mereka berjalan mengikuti petunjuk bintang itu, namun sayangnya kemudian mereka mengandalkan akal budi atau rasio mereka dengan berhenti di Yerusalem, padahal bintang itu masih terus bergerak menuju ke Betlehem. Pola pikir mereka sederhana saja, “Tentunya seorang raja dilahirkan di ibukota negara, di istana yang megah dan penuh wibawa.” Namun justru pikiran semacam itu membawa mereka kepada Raja Herodes, yang mengakibatkan Herodes akhirnya melakukan pembunuhan atas anak-anak tan berdosa di Betlehem.

Setelah dari istana Herodes, kembali orang Majus itu melihat bahwa bintang itu masih terus bergerak. Mereka bersukacita dna kembali mengikutinya. Mereka sadar bahwa dengan mengandalkan pikirannya sendiri mereka mereka telah melakukan kekeliruan besar yang berakibat sangat fatal. Bahkan sekembali dari Betlehem mereka kini taat sepenuhnya kepada petunjuk Tuhan melalaui mimpi, sehingga mereka melalui jalan lain (Mat. 2:12).

Mencari kehendak Allah itu baik. Kerinduan semacam ini baik, tetapi bagaimana prosesnya? Apakah dengan mengandalkan petunjuk Tuhan, ataukah dengan mengandalkan pemirikan dari diri sendiri? Adakah di antara kita yang sedang menggumuli kehendak Tuhan? Bagi keluarga, pekerjaan atau pelayanan? Dengan cara bagaimana kita mencari kehendak Tuhan? Mari kita mengandalkan tuntunan firman-Nya dan tidak lagi mengandalkan pikiran kita sendiri.

Imam Kepala dan Ahli Taurat – Penyelidik Kehendak Allah

Ada sekelompok orang yang lebih mengenal kehendak Allah dibandingkan orang-orang Majus itu. Mereka adalah imam kepala dan ahli Taurat yang dikumpulkan oleh Raja Herodes, agar mereka menyelidiki di mana sebenarnya raja yang baru itu dilahirkan. Para imam kepala dan ahli Taurat ini bukan orang sembarangan. Mereka telah dilatih sejak muda untuk mendalami firman Tuhan. Mereka menyelidiki Kitab Suci siang dan malam. Mereka menjadi tempat bertanya bagi orang-orang yang ingin tahu kehendak Allah. Saya pikir, orang-orang semacam ini tentunya adalah orang yang paling berbahagia. Betapa tidak! Mereka memiliki waktu yang begitu banyak untuk belajar firman Tuhan. Tentunya mereka telah tiba pada kebenaran dan mengenal kehendak Allah dengan sebaik-baiknya, bahkan tinggal melakukannya saja.

Tetapi nyatanya tidak demikian! Mereka memang menyelidiki kehendak Allah. Mereka tahu di mana raja itu dilahirkan. Melalui penyelidikan yang mendalam mereka mendapati nubuat nabi Mikha yang menyatakan bahwa Mesias itu akan dilahirkan di Betlehem di tanah Yudea. Namun mereka tetap di tempat! Mereka tidak mau menyertai orang-orang Majus itu pergi ke Betlehem untuk menyembah Raja yang baru lahir itu. Mereka menyelidiki janji-janji Mesianis, tetapi tidak pernah memiliki hubungan yang intim dengan Sang Mesias itu sendiri. Tragis, bukan?

Mungkin kita suka menyelidiki firman Tuhan. Kita sudah mendengarkan dan mencatat firman Tuhan. Bahkan mungkin kita juga telah menyisihkan sebagian uang kita untuk membeli kaset dan buku rohani, telah mengikuti kursus-kursus Alkitab tertulis, atau telah belajar begitu dalam akan firman Tuhan. Tetapi pertanyaannya adalah apakah kita telah tiba kepada hubungan intim dengan Yesus Kristus yang kita selidiki itu? Sudahkah kita memiliki kehidupan yang penuh kerendahan hati untuk sujud menyembah-Nya? Ataukah hasil penyelidikan firman Tuhan itu justru membuat kita semakin tinggi hati dan mulai merendahkan atau menghakimi saudara sieman lainnya? Menjadi penyelidik, pembicara dan pengajar firman Tuhan itu penting. Tetapi harus disertai dengan peningkatan hubungan dengan Yesus Kristus yang diselidiki, diberitakan dan diajarkan.

Raja Herodes – Penentang Kehendak Allah

Setelah herodes mendapatkan informasi bahwa ada seorang raja yahudi yang baru dilahirkan ia mengalami paranoid, yaitu ketakutan jangan-jangan dinasti kerajaannya akan segera runtuh. Bisakah Anda membayangkan seorang raja yang telah memiliki kedudukan, tetapi mengalami ketakutan luar biasa terhadap keberadaan seorang bayi? Kondisi paranoidnya berlanjut dengan melakukan tindakan yang begitu kejam, membunuh anak-anak yang berusia dua tahun ke bawah di Betlehem. Akibatnya, herodes menjadi orang yang menentang kehendak Allah!

Mungkin kita berpikir bahwa hal seperti itu bisa terjadi kepada orang yang tidak mengenal Tuhan atau tidak beragama. Tetapi sebenarnya banyak orang yang berperilaku seperti Herodes, sekalipun ia beragama bahkan aktif dalam pelayanan. Mungkin mereka tidak melakukan pembunuhan fisik, tetapi mereka melakukan pembunuhan karakter.

Ada orang-orang yang telah lama di sebuah perusahaan begitu ketakutan menghadapi anak-anak muda yang baru bekerja di sana. Mereka takut kalau-kalau posisi dan kedudukan mereka digeser. Akhirnya mereka melakukan pembunuhan karakter dengan tidak memberi kesempatan sama sekali kepada pegawai baru yang muda dan enerjik itu.

Di pelayanan kadang-kadang hal seperti itu juga bisa terjadi. Seharusnya kita bangga apabila ada orang-orang baru dalam pelayanan dengan ide dan gagasan yang baru, yang dinamis dan kreatif, yang dapat bekerja bersama kita dalam pelayanan. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya. Banyak orang meremehkan orang-orang muda ini, dan sama sekali tidak memberinya kesempatan dalam pelayanan. Akhirnya mereka undur dari pelayanan, bahkan bisa undur dari Tuhan.

Mari kita berperilaku secara wajar, bahkan meniru apa yang dilakukan beberapa tokoh Alkitab. Musa senang apabila seluruh orang Israel mempunyai karunia nabi seperti dia (Bil. 11:29); Yohanes Pembaptis rela sekalipun banyak muridnya beralih menjadi murid Yesus (Yoh 3:30). Tuhan Yesus sendiri mengajarkan bahwa para murid-Nya bisa melakukan bahkan hal-hal yang lebih besar dari yang dilakukan-Nya (Yoh. 14:12).

Yusuf dan Maria – Pelaku Kehendak Allah

Tokoh berikutnya adalah Yusuf dan Maria. Mereka berdua bukan sekedar mencari atau menyelidiki kehendak Allah. Mereka pun tidak pernah menentang kehendak Allah. Mereka justru menjadi pelaku kehendak Allah. Baik bagi Yusuf maupun Maria, ada pengorbanan besar yang harus mereka lakukan saat menjadi pelaku kehendak Allah.

Yusuf mengalami pergumulan yang tidak mudah untuk mengambil Maria menjadi isterinya; Maria pun tidak mudah “meminjamkan” rahimnya bagi kedatangan Sang Mesias. Tetapi keduanya menang mengatasi segala pergumulan itu. Keduanya taat dan patuh, dan Maria berkata dengan penuh kerendahan hati, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” (Luk. 1:38).

Untuk menjadi pelaku kehendak Allah adalah suatu pilihan, Kita bukan robot yang otomatis – mau tidak mau – harus menaati perintah Tuhan. Kepada kita diberikan kehendak bebas: menaati kehendak-Nya atau menentang-Nya. Tentunya kedua-duanya memiliki resiko. Jika kita taat dan melakukan kehendak-Nya, maka Tuhan berkenan memakai hidup kita menjadi alat bagi kemuliaan-Nya. Sebaliknya, jika kita memilih untuk tidak taat, bahkan menentang kehendak Allah, maka kebinasaanlah yang akan kita terima.

Menjadi pelaku kehendak Allah tidak akan pernah ditinggalkan oleh Allah. Terbukti ketika bahaya mengancam Yusuf dan Maria beserta bayi Yesus, mereka diberitahu oleh malaekat sehingga sempat mengungsi ke Mesir. Mereka luput dari perlakuan kejam Herodes. Rencana Allah bagi mereka tidak pernah bisa digagalkan oleh kelicikan dan kejahatan manusia. Ia sanggup menolong, menyertai, melindungi orang-orang yang setia melakukan kehendak-Nya. Selamat Natal …

—– 00000 —–