Klik x untuk menutup hasil pencarianCari di situs SABDASpace

Si Bajoi

anakpatirsa's picture

        "Dasar pelacur, belum diapa-apain sudah mendesah," Bajoi mengumpat dalam hati.

        Mereka baru menyepakati harga. Tiga ratus ribu untuk satu babak pertandingan bola. Sebelum mengangkangkan paha, ia pastikan jatah Bajoi dengan mengaktifkan stopwatch di ponselnya.

        Bajoi menatap tubuh berbalut kaus putih ketat dan rok pendek hitam itu.

        "Jangan lama-lama, Mas," katanya. "Ini sudah jalan lima menit."

        Melihatnya tetap tak bergerak, perempuan itu yang bergerak. Tangannya bergerak mengelus tubuh sendiri sambil mulut mengeluarkan desahan mirip erangan bintang porno Jepang.

        "Dasar pelacur, bisa-bisanya mengeluarkan erangan buaya," Bajoi kembali mengumpat dalam hati.

        Kalau ia ikuti maunya perempuan itu, ia rugi. Kalau memang serba langsung, mengapa tidak memakai aturan tinju saja? Sebelum ronde pertama berakhir, ia pasti sudah terlempar dari ring.

        "Ayo, Mas."

        Si Bajoi mulai dengan menyentuh telapak kaki.

        Terlalu jauh dari pangkal pahanya. Ia berkata, "Cepatan saja, Mas."

        Si Bajoi mendekatkan mulut ke telinga perempuan itu.

        "Jangan pingin cepat-cepat, ya…." bisiknya, "aku ingin kamu juga ikut menikmatinya."

        "Kasih aku uang, Mas," balas perempuan itu, "aku pasti akan merasa lebih nikmat."

        "Dasar pelacur," umpat si Bajoi lagi, ia ikuti maunya perempuan itu.

***

        Ia sudah tidur ketika Bajoi masuk, terbangun ketika pantat Bajoi menyentuh kasur.

        "Maafkan aku, Sayang," bisik Bajoi.

        Ia hanya diam.

        Bajoi salah, ia telah mengkhianatinya.

        "Aku menyesal, Sayang," bisik Bajoi sambil memeluknya.

        Ia diam, namun Bajoi merasakan nafasnya menjadi teratur.

        Ia kembali tertidur.

        "Terima kasih, Sayang," bisik Bajoi. Ia syukuri apa yang ia miliki. Istri yang tidur ketika hatinya senang; istri yang tidur ketika hatinya terluka. Sedalam apapun luka itu, ia langsung tertidur begitu Bajoi menyakinkannya kalau dirinya ada di sampingnya, memeluknya erat.

        Bajoi mengecup keningnya. Ia matikan lampu, memeluknya lebih erat lagi.

        Tengah malam Bajoi terbangun.

        Ia masih tidur nyeyak. Wajahnya begitu damai; nafasnya begitu teratur. Apapun mimpinya, itu pasti bukan mimpi buruk.

        "Sayang…," bisik Bajoi.

        Ia terbangun.

        "Kutiduri, ya Sayang?"

        Ia mengangguk.

        Bajoi mengambil laptop dari meja di sudut kamar lalu meletakkan di kepala ranjang.

        Ia diam saja. Ia tetap diam ketika Bajoi bergoyang di atas tubuhnya sambil menonton video porno.

        Setelah selesai, Bajoi mendekap tubuhnya. Berbisik, "Sayang…"

        Tak ada jawaban, ia sudah tertidur pulas.

***

        "Bisa massage?" tanya Bajoi di depan pintu Salon Ayu.

        Ia sudah tahu bisa. Massage - Lulur - SPA terpampang di bawah atap teras.

        "Sama siapa?"

        Bajoi menatap buah dada yang menyembul di balik kaos ketatnya. Seukuran buah apel. Ia tatap pinggulnya, tak ada gitar spanyol. Ia tatap paha berbalut jeans pendek, bukan paha putih mulus. Ia tatap betisnya, ada cap knalpot. Pandangannya naik ke atas, tidak cantik. Tetapi apa yang bisa ia harapkan dari pegawai salon terpencil?

        "Sama Mbak saja," jawab Bajoi.

        Mereka melewati segerombolan perempuan di depan televisi. Begitu pintu terkunci, Bajoi memeluknya dari belakang.

        "Hei! Apa-apaan ini?"

        Bajoi kaget.

        Ia tidak akan berani melakukannya bila tidak kesini dua minggu lalu. Satu di antara gerombolan di depan televisi itu hanya memasang tarif dua ratus ribu.

        "Maaf," kata Bajoi.

        "Mas ini kenapa sih?" katanya, "Asal peluk saja."

        "Sori… sori…," kata Bajoi. "Aku salah sangka."

        "Kalau situ melihat perempuan di jalan, kenal saja nggak, tapi asal peluk, apa orang nggak marah?"

        Sekali lagi Bajoi minta maaf.

        "Nggak semua perempuan sama, Mas," katanya. "Nggak semua sama tarifnya. Tanya dulu."

        "Dasar pelacur," Bajoi mengumpat dalam hati, "sama saja."

        "Berapa?"

        "Satu juta."

        "Tidak sudi aku membayar satu juta untuk sepasang apel busuk," kata Bajoi dalam hati.

        "Kalau begitu, massage saja," ia katakan kepada perempuan itu.

        "Mas nggak bisa seenaknya," balasnya, "yang tadi harus tetap bayar."

        "Berapa?"

        "Dua ratus sama massage-nya. Salah sendiri, asal pegang-pegang."

        "Aku kan sudah minta maaf."

        "Maaf sih maaf, tapi bayar ya tetap bayar."

        "Ya, sudah," kata Bajoi. "Sekarang kubayar seratus. Massage-nya nggak jadi."

        Ia memberi dua lembar limapuluhan. Melihat isi dompetnya, perempuan itu berkata, "Lain kali kalau kesini bawa uang yang banyak."

        Bajoi diam saja. Ia sudah mengenal banyak pelacur. Dari yang punggungnya penuh bekas kerokan karena berdiri di pinggir jalan sampai subuh, sampai pelacur berkulit putih mulus yang menghabiskan seluruh uang perjalanan dinasnya. Mereka semua sama saja, matanya hijau melotot melihat lembaran bergambar Ngurah Rai atau proklamator. Bajoi tidak bodoh, uang selalu ia simpan di bagian paling tersembunyi dalam dompet.

***

        "Bang, aku duduk di pantat Abang, ya?"

        Bajoi berada di Panti Pijat "Bunga Mekar" yang ada di belakang terminal.

        "Ya, nggak apa-apa," jawab Bajoi, dari tadi ia menunggu tanda itu. Gara-gara kejadian di Salon Ayu, ia tidak berani lagi asal hantam. "Silahkan saja."

        Perempuan itu menduduki pantat Bajoi.Pijatannya tidak enak. Pelacur itu tidak sedang memijat, tetapi menduduki pantat sambil mencolek punggungnya. Ia nikmati saja, tahu sekali tangannya bergerak, perempuan ini lupa mencolek punggungnya. Padahal ia tetap harus bayar seratus ribu untuk itu.

        "Balik, Bang," katanya.

        Sudah waktunya. Bajoi memegangi pinggulnya.

        "Eeee... eeeiit..." katanya. Pura-pura kaget.

        "Boleh kan?" kata Bajoi.

        "Pegang-pegang, bayar," jawabnya.

        "Berapa?"

        "Abang mau kasih berapa?"

        "Mbaknya dulu. Minta berapa?"

        Ia lebarkan telapak tangan kanannya. Lima ratus ribu.

        Bajoi membalas dengan tanda "V". Dua ratus ribu.

        Perempuan itu cemberut.

        "Sori, aku cuma punya segitu," kata Bajoi.

        "Hanya pegang-pegang saja, ya Bang."

        "Kalau lebih, berapa?"

        "Aku bukan pelacur."

***

        Lokalisasi "Sudi Mampir" di Kilometer 12.

        Bajoi telah menelpon Nita, tempatnya berpaling saat semua pelacur tidak mau mengerti maunya.

        "Tumben mampirnya malam," kata Nita.

        Bajoi lebih suka meniduri pelacur saat hari masih pagi. Saat setelah mereka selesai mandi; setelah mereka bersih dari kotoran malam sebelumnya. Tetapi apa yang ia alami hari itu-terusir dari salon; tertolak di panti pijat-membuatnya harus melampiaskan hasrat tanpa bisa menunggu besok.

        Bajoi mengecup keningnya, "Pingin saja. Kangen kamu."

        "Gombal," kata Nita dengan tawa yang membuat Bajoi berharap ia wanita baik-baik, sehingga bisa mencintainya.

        Setelah semuanya selesai, layaknya suami istri yang habis berhubungan badan, mereka berbaring menatap langit-langit. Hasrat yang lepas menyisakan rasa jijik sesaat. Terbayang entah berapa pria yang sudah berbaring di kasur ini. Entah berapa yang menumpahkan cairan di atasnya; entah berapa yang menumpahkannya di dalam tubuh perempuan ini; dan entah berapa yang membuangnya ke tempat sampah di sudut kamar.

        Mereka berpelukan. Layaknya suami istri yang habis berhubungan badan.

        "Bang?"

        "Ya?"

        "Apa Abang nggak takut ketahuan sama istri?"

        Bajoi menahan senyumnya. Nita tidak akan percaya, sehabis berselingkuh, ia hanya tinggal memeluk istrinya, mengatakan betapa menyesal dirinya. Istrinya pasti langsung tertidur begitu mendengarnya.

        "Emang saya punya istri?"

        "Emang Abang belum menikah? Nggak dapat tunjangan istri dong? "

        "Emang saya PNS?"

        "Bang, udah banyak laki-laki yang meniduriku. Aku langsung tahu yang mana pegawai negeri, yang mana polisi, dan yang mana sopir truk."

        Aneh, ada rasa cemburu. Mendengar pengakuannya, mendengar begitu banyak lelaki yang telah menikmati tubuhnya, Bajoi merasa ada yang terasa sakit.

        Tetapi rasa itu segera ia buang, Nita hanya seorang pelacur.

        "Emang mereka ceritakan pekerjaannya?"

        "Kalau polisi, ya!” jawabnya, “Supaya nggak bayar."

        "Kalau sopir truk?"

        "Truknya langsung mangkal di depan situ."

        "Kalau PNS?"

        "Kayak Abang. Malu-malu. Suka sembunyi-sembunyi. Suka menutup kepala pakai helm. Suka pura-pura sibuk menulis sms."

        Bajoi hanya tersenyum. Ia kecup kening Nita sebelum memberinya tiga ratus ribu.

        “Terima kasih, ya, Bang Udin,” katanya sambil mencium pipi Bajoi.

***

        "Maaf ya, Sayang," bisik Bajoi entah untuk keberapa ribu kalinya.

        Ia sudah tidur, terbaring tanpa selimut di tengah ranjang. Bajoi memeluknya, menyatakan penyesalan. Ia membuka mata. Tanpa kata-kata, ia nyatakan kepedihan hati dengan kebisuan.

        Andai saja ia tahu, tidak semua pelacur menyenangkan hati Bajoi. Mereka menghina tanpa kata-kata, hanya menatap bagian bawah tubuhnya dengan tatapan meremehkan. Di atas pintu gerbang lokalisasi, mereka menghinanya dengan menulis, "Berangkat bawa SPPD, pulang bawa penyakit."

        “Maafkan aku, ya…” bisik Bajoi.

        Ia tetap diam, tetapi kepalanya yang berbaring di atas bantal mengangguk.

        “Terima kasih, Sayang,” bisik Bajoi, ia cium pipinya.

        "Sayang?"

        Matanya terbuka.

        "Kutiduri, ya?"

        Ia mengangguk.

        Bajoi menciumnya lagi, lalu mengambil laptop dari meja di sudut kamar dan meletakkannya di ujung ranjang. Ia diam saja, dan tetap diam ketika Bajoi bergoyang di atas tubuhnya sambil menonton video porno.

        Setelah selesai, Bajoi mendekap tubuhnya, "Sayang…"

        Tidak ada jawaban. Ia sudah tertidur.

        Bajoi mematikan lampu, memeluknya lalu memejamkan mata.

***

        Hari masih subuh.

        Bajoi mencari istrinya, ingin memeluknya.

        Tidak ada. Ia cari di belakangnya, juga tidak ada. Ia melihat ke bawah, ke lantai. Ada di sana. Tergeletak begitu saja di atas lantai yang keras. Istrinya jatuh dari atas ranjang.

        Ia biarkan saja. Bajoi malas bergerak, takut kantuknya hilang. Ia ambil gulungan selimut untuk dijadikan guling.

        Ia mau melanjutkan tidurnya.

        Istrinya tidak akan apa-apa, itu hanya sebuah guling.

Yohanes Paulus's picture

ga ku-ku

Jauhkanlah kami dari pencobaan. Wkwkwkwk.... ga muat eh ga kuaaat bacanya. Sealed

Geadley Lian's picture

cobaan

luar biasa.............itu namanya cobaan

__________________

geadley

hai hai's picture

Keren

another one prom anakpatirsa

__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

anakpatirsa's picture

@all: Trims

Terima kasih atas komentarnya.

@hai hai, rasanya sudah lama tidak dapat pujian.

@Pak Pur: [Walaupun tidak komentar di sini tetapi di Fb] terima kasih sudah share blog ini.

Purnomo's picture

AP bocah gendeng

AP lupa bilang terima kasih kpd pendeta kita, Samuel Repi. Komen dia sudah menunjuk esensi blog ini.

Yang belum kenal AP pasti bingung membaca blog ini krn ini blog porno dan pasti tidak alkitabiah, bukan karena tidak mengutip ayat - krn mengutip ayat Alkitab tdk selalu bisa disebut Alkitabiah kalo asal comot.
Karena saya kenal karakter diri AP yg ditampilkan lewat tulisan2nya, saya hanya bisa mengurut dada. Saya membayangkan dia menulis dengan geram, dengan kemarahan yang menggelegak, tetapi kode etik jurnalistik membungkamkan mulutnya dari memaki.

Saya berharap blog ini tidak dia hapus. Biarlah tetap di sini, krn di mata saya blog ini Alkitabiah. PELACUR - kata keywordnya. Siapa? Di mana?

anakpatirsa's picture

Saya Paste kesini

Trima kasih, Pak Pur.

Sebagai ucapan terima kasih kepada Samuel Vicktor Repi komentarnya saya paste ke sini.

Debu tanah's picture

@ AP, terkecoh

Pembaca pasti terkecoh berat saat baca endingnya, ternyata istri si Bajoi ternyata hanyalah guling. Hahaha asem tenan diperdaya abis nih.

Sedikit ulasan, diceritakan dua kali si Bajoi bertanya  "Kutiduri, ya?", dua kali pula "istrinya" itu menggangguk. > Aneh, guling koq mengangguk ya? Hehehe.. Smile

Agak mengganggu, kl menurut saya akan lebih elegan kl ditulis: "Istrinya diam saja.." (biasanya istrinya tidak keberatan)

 

Tp selain hal ini, tulisannya oke banget deh ! Mantaps !!

__________________

Debu tanah kembali menjadi debu tanah...

anakpatirsa's picture

@deta: Setuju

Terima kasih atas ulasan dan komentarnya.

Benar juga ya, setelah saya pikirkan lagi.

Tetapi mengingat guling itu dalam pikiran si bajoi bisa mendengar dan bisa membuka mata, maka tidak aneh kalau bajoi bisa melihat  gulingnya juga bisa mengangguk.

Walaupun demikian, saya akhirnya setuju dengan komentar ini: Agak mengganggu, kl menurut saya akan lebih elegan kl ditulis: "Istrinya diam saja.." (biasanya istrinya tidak keberatan)

Dari sisi "elegansi" kalimat istrinya diam saja, tampak lebih indah.

Saya tidak akan merubah isi blog di atas, tetapi ini akan menjadi pelajaran bagi saya untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama.

Ralatnya di komentar ini saja:

....

        “Maafkan aku, ya…” bisik Bajoi.

        Ia tetap diam, tetapi kepalanya yang berbaring di atas bantal mengangguk.

        “Terima kasih, Sayang,” bisik Bajoi, ia cium pipinya.

        "Sayang?"

        Matanya terbuka.

        "Kutiduri, ya?"

        Ia diam saja.

       Bajoi menciumnya lagi, lalu mengambil laptop dari meja di sudut kamar dan meletakkannya di ujung ranjang. Ia diam saja, dan tetap diam ketika Bajoi bergoyang di atas tubuhnya sambil menonton video porno.

        Setelah selesai, Bajoi mendekap tubuhnya, "Sayang…"

        Tidak ada jawaban. Ia sudah tertidur.

        Bajoi mematikan lampu, memeluknya lalu memejamkan mata.

 

Catatan: Dua kali Bajoi bertanya, dua kali itu sebenarnya hanya pengulangan (hanya dirubah sedikit).


ferrywar's picture

baris terakhir

Cara bertutur yang bagus. Tapi kalimat di baris terakhir:

"Istrinya tidak akan apa-apa, itu hanya sebuah guling".


Saya kira tidak perlu lagi. Pembaca harus diasumsikan cukup cerdas untuk memahami siapa atau apa "istri" itu. Dengan demikian "greget" lebih kuat terasa.


anakpatirsa's picture

@ferrywar: Setuju

Terima kasih atas kritiknya.

"Jangan menggurui." Itu salah aturan dalam menulis. Harris Effendi Thahar dalam bukunya "Kiat Menulis Cerita Pendek" membuat saya mulai memahami apa sebenarnya kalimat menggurui itu. Sebelumnya saya mengira kalimat menggurui adalah kalimat-kalimat seperti "rajin-rajinlah menabung supaya tidak  banyak hutang." Ternyata bukan, kalimat menggurui itu ternyata kalimat membosankan dimana penulis tidak yakin pembaca memahami maksudnya sehingga mengumbar kata-kata untuk menjelaskan apa yang ia maksudkan dengan kalimatnya.

Membaca komentar Anda, saya menyadari kesalahan itu. Saya takut pembaca menganggap Bajoi yang hanya sedikit gila itu benar-benar gila karena membiarkan istrinya terbaring di lantai setelah jatuh:

Mengutip komentar Anda:

"Istrinya tidak akan apa-apa, itu hanya sebuah guling".

Saya kira tidak perlu lagi. Pembaca harus diasumsikan cukup cerdas untuk memahami siapa atau apa "istri" itu. Dengan demikian "greget" lebih kuat terasa.

Saya setuju. Dan bila kalimat terakhir itu sekarang tidak saya buang, itu bukan karena saya tidak menerima kritik. Tetapi biarlah kesalahan itu tetap di sana, supaya saya tidak mengulanginya lagi. Dan supaya orang lain bisa melihat sebuah contoh kalimat menggurui yang seharusnya dihindari dalam sebuah tulisan.

Yohanes Paulus's picture

@AP: tidak setuju

Saya tidak punya guling, jadi tidak terbayang bahwa guling adalah alat bantu pengganti istri. Saat membaca si Bajoi meng-ML-i istri yang sedang tidur. Saya cuma merasa kasihan kepada istrinya karena Bajoi cuma memperlakukannya sebagai alat. Dan memang ada orang tertentu yang ketika berhubungan seks, ia sebenarnya sedang bermasturbasi dan pasangannya adalah alat bantunya.

Ekspekstasi saya kemudian adalah: seperti apakah istrinya, perempuan yg dinikahi dan cuma dijadikan alat oleh orang seperti Bajoi?

Karena tidak punya referensi terhadap guling, cerpen ini tetap surprise bagi saya. "ML sambil nonton bokep" sudah petunjuk yang cukup bahwa Bajoi sedang masturbasi.

 

Debu tanah's picture

@ Yopa, ini cerpen

Saya kira komentarmu tidak relevan untuk blog ini. Penulis tidak sedang membenarkan atau menyalahkan moralitas dari tokoh dalam cerita ini, penulis hanya sedang bercerita tentang si Bajoi dan istrinya yang ternyata sebuah guling , serta petualangannya dengan para pelacur.

Cerpen ini menarik karena si AP menyuguhkannya dengan lucu dan mengejutkan. Ini yang dipuji oleh para komentator.

Masalah moralitas seks sudah banyak blog yang membahas itu, bukan di sini.

__________________

Debu tanah kembali menjadi debu tanah...

Yohanes Paulus's picture

@Deta dodol

Saya tidak setuju dengan usul Ferrywar (masih sodara ma Coffeewar??).

Menurut Ferry, pembaca tidak perlu diberitahu bahwa si istri itu adalah guling. Menurut Ferry,  pembaca bisa tahu dengan sendirinya, tidak perlu digurui oleh pengarang.

Nah, saya tidak setuju itu. Pembaca bisa tahu si istri adalah guling, jika si pembaca punya pengetahuan tentang masturbasi pake guling. Saya adalah contoh yg tidak punya pengetahuan itu sehingga tidak ada referensi di kepala saya soal itu ketika membaca cerpen ini.

Jadi menurut saya, pengarang tetap perlu memberitahu bahwa itu guling, demi pembaca yang tidak punya referensi soal itu.

Supaya sebuah plot relevan dengan pembaca, si pembaca musti punya referensi. Tanpa referensi, pembaca tidak memahami konteks.

Saya sekarang masih menebak-nebak. Gimana caranya? Apa gulingnya dilubangi supaya kayak "boneka pirang"? Atau cuma diuseg-useg seperti peting?? Kalo diuseg-useg, tetapi kepala harus tegak memandangi bokep di laptop, posisinya kayak apa? Kayak breakdance jurus kelabang?

Saya tidak sdang memprotes dari sisi moralnya. Soal saya kasihan itu bukan protes, tapi referensi yg muncul ketika saya membaca bagian itu. Istilah teaternya shadowing atau apa gitu. Sebuah petunjuk untuk mempersiapkan penonton ke klimaks/kejutan akhir.

Debu tanah's picture

@ Yopa gemblung

Hahaha.. kenapa trs knapa di judul nulis  "@ AP" ?? Harusnya tulis "@ Ferry" juga laaa..

Lagi pula kamu ngomong panjang lebar bahwa kamu kasihan ama istrinya si Bajoi, bla bla bla.

 

Kl soal komentar si Ferry, saya juga setuju dengan kamu bahwa penulis sudah benar menyebutkan bahwa istrinya Bajoi adalah guling. Menurut saya si Ferry emang kepinteran !! Tongue out

__________________

Debu tanah kembali menjadi debu tanah...

ferrywar's picture

kumpulan tulisan

Soal lain. Mungkin sudah waktunya anda mulai berpikir untuk mengirimkan tulisan semacam ke media cetak. Setelah beberapa kali bukan tidak mungkin untuk mendekati penerbit buat menerbitkannya. Bila konsisten dengan gaya (style) itu, nampaknya bisa mendapat apresiasi lebih luas dari khalayak sastra.

Atau kalau ingin lebih 'meloncat', bisa coba Horison (atau yang sekelasnya).

tonypaulo's picture

"istri" itu harus ada

kan tidak semua guling adalah istri?....

kasihan nanti guling yg bukan adalah istri protes, karna hak asasi guling dirampas

Yohanes Paulus's picture

bantal

Kalo ga punya istri dan ga punya guling, musti gimana? Menzolimi bantal?

tonypaulo's picture

difungsikan sesuai dengan alasan pembuatnya

fungsi bantal dan guling buat bobonya nyaman (klo ada fungsi tambahan, itulah "kreatifitas" manusia yg memfungsikan secara ekspansif)

bantal juga bisa buat alat mencabut nyawa juga

ga punya istri, bobonya sama guling dan bantal

selesai kan?

problemnya kira2 dimana?

Yohanes Paulus's picture

lha

harusnya jawabannya adalah:

1. cari istri (Yang kontan untuk seterusnya, ataupun yang eceran: bayar per sesi)

2. beli guling

3. manfaatkan yang ada aja: bantal

4. minta Tuhan mengirim utusan iblis agar datang seperti Paulus yg encoknya kambuh tiap kali birahi datang

 

tonypaulo's picture

"istri" itu harus ada

kan tidak semua guling adalah istri?....

kasihan nanti guling yg bukan adalah istri protes, karna hak asasi guling dirampas

Huanan's picture

guling gulingan

Bro Tony, benda mati punya hak asasi jg ya ?...atau ada makna tertentu dibalik "hak asasi guling dirampas?"..

By the way..daripada main guling gulingan sama bantal guling kayak si Bajoi, mendingan makan kambing guling. kenyang euyy.. :-)

 

__________________

Huanan

tonypaulo's picture

dimaknai sesuka hati

dimaknai sesuka hati saja Bro Huanan...saya setuju lebih enak makan kambing guling daripada guling2an dengan bantal gulung sambil lihat laptop

:)

joli's picture

AP ketahuan

ketahuan penulisnya belum ber-istri :p

anakpatirsa's picture

Gara-gara Deta?

Gara-gara si Debu Tanah?

Ari_Thok's picture

Pemilihan Guling Sudah Pas

Ah, gara-gara komentar Pak Purnomo di status fb ku, "terpaksa" menengok ke SS jg :p Kalau konteks wilayahnya masih di Indonesia, pilihan guling sepertinya memang lebih pas, beda kalau di Jepang atau beberapa negara maju, mungkin sang istri bisa pakai sex toys berupa boneka/robot sex yang lebih populer.

__________________

*yuk komen jangan cuma ngeblog*


*yuk ngeblog jangan cuma komen*

jesusfreaks's picture

ada apa ya ?

saya kok kurang paham soal cerita ini ya. wkwkwkwk

__________________

Jesus Freaks,

"Live X4J, Die As A Martyr"

-SEMBAHLAH BAPA DALAM ROH KUDUS & DALAM YESUS KRISTUS- 

hai hai's picture

Itu hanya sebuah guling

"Istrinya tidak akan apa-apa, itu hanya sebuah guling".

AP, cara menutup yang anda lakukan sudah benar. Itulah KEKUATAN tulisan anda.

ferrywar :Saya kira tidak perlu lagi. Pembaca harus diasumsikan cukup cerdas untuk memahami siapa atau apa "istri" itu. Dengan demikian "greget" lebih kuat terasa.

AP, anda sedang bercerita, bukan menguji IQ seseorang. Ketika ana menulis frasa: "itu hanya sebuah guling." Anda tidak sedang menggurui namun memastikan bahwa itu memang sebuah guling. Orang yang nggak tahu bahwa malam lebaran mustahil ada BULAN nggak perlu dipandang ketika SOK kritik cerpen. Ha ha ha ha ha ...


__________________

Karena Di Surga, Yang Terbesar Adalah Anak-anak

nobietea's picture

waahh rameeee

ooommm ap, minta tandatangannya doonk :D

 

manceppsss... rame euy lapaknya si om, tapi bie gak ngerti tuh. ini lagi pada ngomongin apaan sih ?
*lugu* 

__________________

maaf.. bie kurang pintar